Makalah Hadits Tematik Gadai
Makalah Hadits Tematik Gadai
Alhamdulillah, Makalah Hadits Tematik tentang Gadai dapat Kami rampungkan dan kami Upload semoga bermanfaat bagi siapapun yang ingin mengetahui Hukum Gadai serta Syarat syarat yang harus di penuhi, agar supaya Gadai yang dilakukan sesuai dengan Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Gadai merupakan salah satu bentuk
penjaminan dalam perjanjian pinjam meminjam. Dalam prakteknya penjaminan dalam
bentuk gadai merupakan cara pinjam meminjam yang dianggap paling praktis oleh
masyarakat. Praktek gadai dapat dilakukan oleh masyarakat umum karena tidak
memerlukan suatu tertib administrasi yang rumit.
Akibat dari sangat mudahnya praktek gadai
tersebut, maka tidak jarang praktek penjaminan gadai tidak sesuai dengan
ketentuan hukum dan merugikan para peminjam karena lemahnya posisi dari
peminjam tersebut.untuk itu kami akan menjelaskan bagaimana praktek gadai yang
sesuai dengan syariat islam, yang tidak menyebabkan kerugian di salah satu dari
ke dua belah pihak.
B.
Tujuan Penulisan Naskah
Mata Kuliah ini adalah salah satu mata
kuliah dan merupakan study yang penting dalam jurusan Ilmu Al Qur'an dan Tafsir
. Jadi, kita sebagai seorang Mahasiswi harus tahu dan mengambil apa yang ada di
dalamnya. Dan adapun tujuan mendasar adanya penulisan makalah ini adalah karena
untuk memenuhi tugas dari dosen , dan juga yang tak kalah penting adalah untuk
menambah wawasan kita tentang Hadits Maudhui.
C.
Rumusan Masalah
Adapun rumusan Masalah dari karya ilmiah
ini adalah :
1.
Pengertian Gadai?
2.
Bagaimanakah Rukun Gadai serta syarat
utang yang dijadikan objek Gadai?
3.
Apakah syarat orang yang menggadaikan dan menerima Gadai?
4. Syarat shighot Gadai?
D.
Tujuan Pembahasan
1.
Mengetahui Dan Memahami Gadai.
2.
Mengetahui Dan Memahami Rukun
Gadai
3.
Mengetahui Syarat utang yang dijadikan objek Gadai.
4.
Mengetahui syarat orang yang menggadaikan dan menerima Gadai
5.
Mengetahui shighot Gadai
BAB 2
PEMBAHASAN
A.
Gadai
1.
Pengertian
Secara
bahasa rahn berarti tetap.sedangkan menurut pengertian syara’,rahn (gadai) adalah menjadikan suatu harta sebagai sesuatu yang dapat
dijadikan pegangan bagi utang dan harta tersebut dijadikan sebagai pembayaran
utang ketika pengutangan tidak mampu membayarnya.[1]
Rukun gadai ada empat:
a.
Barang yang digadaikan
b.
Utang
c.
Dua orang yang berakat,yaitu: orang yang menggadaikan dan penerima
gadai
d. Shighat[2]
3. Syarat Barang Gadai
Syarat
barang gadai ada dua:
a.
Barang konkret
b. Barang yang sah dijual[3]
Baca Juga : Cara Belajar Bahasa Arab Mudah
Baca Juga : Cara Terjemah segala Bahasa dengan Mudah
4.
Syarat utang yang dijadikan objek gadai
Syarat utang yang
dijadikan objek gadai ada empat:
a.
Berupa utang
b.
Masing-masing pihak mengetahui kadar dan sifat
utang
c.
Utang tersebut tetap
d.
Utang tersebut bersifat lazim (mengikat) atau
berubah menjadi lazim dengan sendirinya[4]
5.
Syarat orang yang menggadaikan dan penerima gadai
a. Syarat orang yang menggadaikan dan
penerima gadai ada
dua:
b.
Mempunyai kebebasan berkehendak (Tidak di paksa)
c. Layak melakukan transaksi sosial[5]
6.
Syarat shighat gadai
Syarat shighat gadai adalah syarat shighat jual beli.[6]
7.
Contoh Akad Gadai
Zaid mempunyai utang kepada 1.000 dinar. Maka, Amru berkata kepada zaid, “Aku gadaikan kepadamu rumahku ini dengan 1.000 dinar piutangmu kepadaku.”Lalu, Zaid berkata, “Ya, aku terima.”
B. Dasar Hukum Gadai
Dasar
hukum yang menjadi landasan gadai syariah adalah ayat-ayat Alquran, hadis Nabi
Muhammad saw
1.
Al-Qur’an
QS.
Al-Baqarah (2) ayat 283 yang digunakan sebagai dasar dalam membangun konsep
gadai adalah sebagai berikut :
وَاِنْ كُنْتُمْ عَلٰى سَفَرٍ وَّلَمْ تَجِدُوْا كَاتِبًا فَرِهٰنٌ
مَّقْبُوْضَةٌ ۗفَاِنْ اَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِى اؤْتُمِنَ
اَمَانَتَه وَلْيَتَّقِ اللّٰهَ رَبَّه ۗ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَۗ وَمَنْ
يَّكْتُمْهَا فَاِنَّه اٰثِمٌ قَلْبُه ۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ عَلِيْمٌ ࣖ
Dan jika kamu dalam perjalanan sedang kamu tidak mendapatkan seorang penulis, maka hendaklah ada barang jaminan yang dipegang. Tetapi, jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah dia bertakwa kepada Allah, Tuhannya. Dan janganlah kamu menyembunyikan kesaksian, karena barangsiapa menyembunyikannya, sungguh, hatinya kotor (berdosa). Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2.
Hadits Nabi Muhammad
Dasar
hukum yang kedua untuk dijadikan rujukan dalam membuat rumusan gadai syariah
adalah hadis Nabi Muhammad saw yang antara lain diungkapkan sebagai berikut :
a.
Hadis A’isyah ra. yang diriwayatkan oleh Imam
Bukhari, yang berbunyi:
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا عَبْدُ اْلوَاحِدِ، حَدَّثَنَا اْلأَعْمَشَ، قَالَ:
تَذَاكَرَنَا عِنْدَ إِبْرَاهِيْمَ الرَّهْنَ، وَاْلقُبَيْلَ فِي السَّلَفِ،
فَقَالَ إِبْرَاهِيْمَ: حَدَّثَنَا اْلأَسْوَدُ، عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ
عَنْهَا أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اِشْتَرَى مِنْ
يَهُوْدِيّ ٍطَعَامًا إِلَى أَجَلٍ، وَرَهَنَهُ دِرْعَهُ.
Dari Abdul Wahid dari Al A’masy dia berkata: Kami
membicarakan masalah gadai dan memberi jaminan dalam jual beli sistem salam
salaf di samping Ibrahim. Maka Ibrahim berkata: Al Aswad telah menceritakan
kepada kami dari Aisyah ra. bahwa Nabi saw. membeli makanan dari seorang Yahudi
hingga waktu yang ditentukan (tidak tunai) dan menggadaikan baju besinya. (HR.
Bukhari)[7]
b.
Hadis dari Anas bin Malik ra. yang diriwayatkan
oleh Ibnu Majah yang berbunyi:
عَن أنس، قال: «لقد رهن رسول الله صلى الله عليه وسلم درعه عند يهودي
بالمدينة، فأخذ لأهله منه شعيرا». إسناده صحيح
Dari Anas bin Malik ra. ia berkata: “Rasulullah saw.
Pernah menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah, dan darinya
beliau telah mengambil gandum untuk keluarganya.” (HR. Ibnu Majah)[8]
c.
Hadis dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Bukhari, yang berbunyi
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا زَكَرِيَّاءُ عَنْ عَامِرٍ عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ الرَّهْنُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ وَيُشْرَبُ
لَبَنُ الدَّرِّ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا
Hadis Abu Nuaimi hadis Zakaria dari Amir dari Abu
Hurairah Radhiyallahu Anhu, dia berkata; Rasulullah
Shallallahu „Alaihi wa Salam bersabda; “Hewan yang digadai boleh ditungggangi
sesuai biayanya, dan susu hewan boleh diminum apabila digadaikan.” (HR.
Bukhari)[9]
d.
Hadis riwayat Ibnu Majah,
yang berbunyi:
حدثنا محمد بن حميد حدثنا إبراهيم بن المختار عن إسحاق بن راشد عن الزهرى
به مقتصرا على قوله: " لا يغلق الرهن
Hadis dari Muhammad bin Humait, hadis dari Ibrahim bin
Muhtar dari Ishaq bin Rasyid, dari Zuhri, dari Sa’id bin Musayab dari Abi
Hurairah,; Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda: “Tidak boleh menyembunyikan
barang gadai.[10]”
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gadai
adalah menjadikan suatu harta sebagai sesuatu yang dapat dijadikan pegangan
bagi utang dan harta tersebut dijadikan sebagai pembayaran utang ketika
pengutangan tidak mampu membayarnya. Hukum gadai diperbolehkan jika sudah
terpenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
B. Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan.Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.
Daftar Pustaka
Ahmad, Sayyid
bin umar asy-syatiri, yakut an-nafis, (Surabaya : al-hiidayah )
Abdullah ,Abi
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim. Shahihul Bukhari. (Lebanon: Dar al-Fikro)
1987
Abi Al Hafiz
Abdillah Muhammad bin Yazid Qazwaini, Sunan Ibnu Majah, (Lebanon: Darul
Fikri)
Abi, Al Hafiz Abdillah Muhammad bin Yazid Qazwaini, Sunan Ibnu Majah,
(Lebanon: Darul Fikri)
[3] Sayyid ahmad bin umar asy-syatiri, yakut an-nafis, (Surabaya : al-hiidayah ), h.87.
[4] Sayyid ahmad bin umar asy-syatiri, yakut an-nafis, (Surabaya : al-hiidayah ), h.87.
[5] Sayyid ahmad bin umar asy-syatiri, yakut an-nafis, (Surabaya : al-hiidayah ), h.88
[6] Sayyid ahmad bin umar asy-syatiri, yakut an-nafis, (Surabaya : al-hiidayah ), h.88
[7] Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahihul Bukhari,
(Lebanon: Dar al-Fikro),
1987, h.107
[8] Al Hafiz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Qazwaini, Sunan Ibnu
Majah, (Lebanon: Darul Fikri), Jilid ke-2, h.18.
[9] Abi Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahihul Bukhari,
(Lebanon: Dar alFikro), 1987, 108
[10] Al Hafiz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Qazwaini, Sunan Ibnu
Majah, (Lebanon: Darul Fikri), Jilid ke-2, h 19.