Makalah Hadits Tematik Salam
Makalah Hadits Tematik Salam
Makalah, Alhamdulillah pada kesempatan kali ini Admin Saef-swordofgod.blogspot.com diberi kesempatan untuk menuliskan dan menguplod Makalah Hadits Tematik Salam dan Istishna, semoga bermanfaat
Akad Salam
1. Pengertian Akad Salam
Secara terminologis, Salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda atau menjual suatu barang yang ciri-cirinya disebutkan dengan jelas dengan pembayaran modal terlebih dahulu, sedangkan barangnya diserahkan kemudian hari. [1]
Menurut Sayyid Sabiq as-Salam dinamakan juga
As-Salaf yang artinya
pendahuluan karena pemesan barang menyerahkan uangnya dimuka. Akad salam adalah transaksi jual beli barang dengan cara pemesanan
dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara
penuh. Sehingga pembayaran dilakukan diawal dalam jual beli atau pemesan
menyerahkan uangnya terlebih dahulu dan barang diserahkan di kemudian hari.
Para fuqaha menamai “Al-Mahawi’ij” yang artinya mendesak. Mendesak disini
diartikan bahwa pembeli sangat membutuhkan barang tersebut, sehingga memesan ke
penjual dengan menyerahkan uang terlebih dahulu agar si penjual memberikannya
setelah barang tersebut sesuai dengan kesepakatan dan pembeli tidak perlu
mencari barang tersebut ke lain penjual.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah menjelaskan,
salam adalah akad atau barang pesanan dengan spesifikasi tertentu yang ditangguhkan penyerahannya pada waktu tertentu. Dimana pembayaran dilakukan
secara tunai di majlis akad. Ulama Malikiyyah menyatakan, salam adalah akad
jual beli dimana modal (pembayaran) dilakukan secara tunai (dimuka) dan objek
pesanan diserahkan kemudian dengan jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut
Rozalinda, salam adalah bentuk dari jual beli. Secara bahasa menurut penduduk
hijaz atau Madinah dinamakan dengan salam sedangkan menurut penduduk Iraq
diistilahkan dengan salaf. Secara bahasa salam atau salaf bermakna:
“menyegerakan modal dan mengemudikan barang”. Jadi jual beli salam merupakan
“jual beli pesanan” /”pesan dulu” yakni
pembeli memberi barang dengan kriteria tertentu dengan cara menyerahkan uang
terlebih dahulu, sementara itu barang diserahkan kemudian pada waktu tertentu.[2]
Rukun-rukun akad salam ada lima:
1) Muslam (pembeli) adalah pihak yang membutuhkan dan
memesan barang.
2) Muslam Ilaih (penjual) adalah pihak yang memasok/menerima barang
pesanan.
3) Modal atau
uang. Ada pula yang mengatakan harga (tsaman)
4) Muslam fiih adalah barang yang dipesan atau dijual belikan.
5) Shigat adalah ijab dan qabul.
Syarat sah akad salam sebagaimana syarat jual
beli yang sudah ada dan syarat-syarat
tambahannya sebagai berikut:
1) Modal diberikan
secara kontan.
2) Modal
diserahkan di majlis (tempat akad), berarti pembayaran dilakukan terlebih dahulu.
3) Kejelasan tempat-serah
terima barang yang dipesan, jika
menyerahkannya ditempat yang tidak layak dijadikan sebagai tempat serah terima
barang atau barang tersebut diserahkan secara tempo dan memerlukan biaya untuk
menyerahkannya kepada pembeli.
4) Mampu
menyerahkan barang yang dipesan saat tiba masanya.
5) Dua pihak yang
berakad dan dua orang yang adil mengetahui tentang sifa-sifat barang yang
dimaksud sehingga bisa dibedakan secara jelas ( baik berupa barang yang dapat
ditakar, ditimbang, maupun diukur).
6) Sifat-sifat barang tersebut disebutkan dalam akad dengan menggunakan bahasa yang bisa dipahami oleh kedua pihak yang bertransaksi dan juga bisa dipahami oleh dua orang yang adil.[3]
3. Contoh Akad
Salam
Zaid berkata kepada Amru “aku memesan kepadamu dengan 100 dinar ini budak
negro yang berumur lima tahun dengan tinggi 5 jengkal yang engkau serahkan
kepadaku awal bulan anu didaerah ini”. kemudian amru berkata “ya, aku terima.”[4]
B. Akad Istishna’
1. Pengertian akad
Istishna’
Istisna’ secara lughowi bermakna “mohon untuk dibuatkan” sedangkan makna
terminologi adalah akad dengan pihak pengrajin atau pekerja untuk mengerjakan
suatu produk barang (pesanan) tertentu dimana materi dan biaya produksi menjadi
tanggung jawab pihak pengrajin. Akad Istisna’ adalah akad jual beli dalam
bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pembeli (Mustashni’) dengan penjual (Shani’).
Kedua belah pihaksepakat atas harga dan sistem pembayaran, apakah pembayaran
dibayar diawal, melalui cicilan atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa
yang akan datang.[5]
2. Rukun dan
syarat Istishna’
Rukun akad Istishna’ menurut Hanafiyah adalah ijab dan qabul, akan tetapi
menurut jumhur ulama mengemukakan rukun istishna’ ada tiga, yaitu:
a) Pihak yang
berakad
b) Objek Istishna’
c) Shigat (ijab
dan qabul)
Syarat jual beli Istishna yaitu:
a) Kedua pihak
yang melakukan akad jual beli Istishna’ haruslah yang berakal dan mempunyai
kekuasaan dalam melakukan jual beli.
b) Kedua pihak
harus saling ridha tidak saling mengingkari janji.
c) Barang yang
akan dibuat harus jelas, misalnya seperti: jenis, macam, ukuran, mutu dan
sifatnya. Karena barang yang akan diperjual belikan harus diketahui dengan
jelas.
3. Contoh akad
Istishna’
Ni’mah memesan lemari kepada penjual lemari dengan spesifikasi dan desain yang diinginkan dengan harga sekian dan pembayarannya dibayar sebagian diawal, sisanya diakhir akad atau saat barang jadi dan diterima. Kemudian penjual menerima pesanan (ya, aku terima).
C. Dasar Hukum
Akad Salam dan Istishna’
1) Al-Qur’an
يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوْا اِذَا تَدَايَنْتُمْ
بِدَيْنٍ اِلَى اَجَلٍ مُّسَمًّى فَاكْتُبُوْهُ. وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ
بِالْعَدْلِ..
“Hai
Orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya...(QS. Al-Baaqarah:282)
2) Al-hadits
Dalam Shahih Bukhari hadits No. 2094, Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa
Rasulullah SAW datang ke Madinah dimana penduduknya melakukan Salaf (salam)
dalam buah-buahan (untuk jangka waktu) satu, dua, tiga tahun. Beliau berkata:
مَنْ اَسْلَفَ فِيْ شَيْءٍ فَفِيْ كَيْلٍ مَعلُوْمٍ
وَوَزَنٍ مَعْلُوْمٍ اِلَى اَجَلٍ مَعْلُوْمٍ
“ Barangsiapa yang melakukan Salaf (salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui (pasti)”. (H.R. Bukhori(.
3) Ijma’
Kesepakatan ulma akan bolehnya jual beli salam dikutip dalam pernyataan Ibnu Mundzir yang mengatakan bahwa semua ahli ilmu telah sepakat bahwa jual beli salam diperbolehkan, karena terdapat kebutuhan dan keperluan untuk memudahkan urusan manusia pemilik lahan pertanian, perkebunan ataupun perniagaan terkadang membutuhkan modal untuk mengelola usaha mereka hingga siap dipasarkan, maka jual beli salam diperbolehkan untuk mengakomodir kebutuhan mereka. Ketentuan ijma’ ini secara jelas memberikan legalisasi praktik pembiayaan/jual beli saham.[6]
SEKIAN DAN TERIMA KASIH.
[1] M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), 143.
[2] Taufiqur Rahman S. HI., M E I, Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer (Lamongan:
Academia Publication. 2021), 53-54.
[3] Imam Ahmad Bin Umar Asy-Syatiri, Al-Yaaquut An-Nafiis;Ringkasan Fiqih
Madzhab Syafi’i(Solo: Pustaka Arafah. 2020), 196-199.
[4] Imam Ahmad Bin Umar Asy-Syatiri, Al-Yaaquut An-Nafiis;Ringkasan Fiqih
Madzhab Syafi’i(Solo: Pustaka Arafah. 2020), 199.
[5] Taufiqur Rahman S. HI., M E I, Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer (Lamongan:
Academia Publication. 2021), 66-67.
[6] Taufiqur Rahman S. HI., M E I, Buku Ajar Fiqih Muamalah Kontemporer (Lamongan:
Academia Publication. 2021), 54-55.