Model Pendidikan Islam di Asean
MODEL PENDIDIKAN ISLAM DI ASEAN - STUDI LIMA NEGARA (Malaysia, Singapura, Brunai, Filipina dan Indonesia)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis berjudul “Model Pendidikan Islam di ASEAN: Studi Lima Negara”. Penelitian ini disusun sebagai upaya untuk memberikan gambaran komprehensif mengenai perkembangan, karakteristik, serta perbandingan model pendidikan Islam di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Indonesia.
Kajian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan keilmuan dan menjadi referensi bagi pengambil kebijakan, pendidik, serta masyarakat dalam memahami dinamika pendidikan Islam di kawasan Asia Tenggara. Semoga karya ini memberikan manfaat dan kontribusi positif bagi pengembangan pendidikan Islam yang lebih berkualitas, inklusif, dan berdaya saing. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan karya ini.
=================
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Masalah 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A. Model dan Karakteristik Pendidikan Islam di Lima Negara 5
B. Tantangan dan Peluang Pendidikan Islam di Lima Negara ASEAN 7
C. Relevansi dan Implikasi Perbandingan Model Pendidikan Islam di Lima Negara ASEAN bagi Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia 8
BAB III PENUTUP 12
A. Kesimpulan 12
B. Saran 12
DAFTAR PUSTAKA 13
===================
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan aspek fundamental bagi kemajuan dan pembentukan peradaban suatu bangsa. Di kawasan Asia Tenggara (ASEAN), pendidikan memiliki posisi strategis karena setiap negara memiliki keragaman sosial, budaya, dan keagamaan yang memengaruhi perkembangan pendidikan Islam. Keragaman ini mendorong pentingnya kajian komparatif untuk memahami bagaimana masing-masing negara mengembangkan pendidikan Islam sesuai konteks historis, politik, dan sosialnya.
Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Indonesia memiliki tujuan pendidikan yang sama, yaitu membentuk masyarakat yang beretika, produktif, dan berdaya saing, namun menerapkan pendekatan yang berbeda. Malaysia mengintegrasikan pendidikan Islam dalam kebijakan nasional; Singapura mengelola pendidikan Islam melalui lembaga komunitas Muslim dengan sistem modern yang terstruktur; Brunei Darussalam menerapkan konsep Melayu Islam Beraja (MIB); sedangkan Filipina menghadapi tantangan dalam pengembangan pendidikan Islam di wilayah minoritas Muslim Mindanao.
Perbandingan antarsistem ini penting untuk mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dalam pengelolaan pendidikan Islam. Melalui analisis kebijakan, struktur pendidikan, kurikulum, dan praktik pelaksanaan di berbagai negara, dapat diperoleh wawasan yang relevan bagi pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Meski banyak mengalami pembaruan, Indonesia masih menghadapi tantangan seperti pemerataan kualitas, digitalisasi, dan integrasi kurikulum nasional–keagamaan. Oleh karena itu, pembelajaran dari pengalaman negara-negara ASEAN lain dapat menjadi strategi penting untuk meningkatkan mutu pendidikan Islam nasional.
Dengan demikian, studi komparatif mengenai model pendidikan Islam di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Indonesia sangat relevan, tidak hanya untuk memperkaya kajian keilmuan, tetapi juga untuk memberikan kontribusi praktis bagi pengembangan pendidikan Islam yang lebih inklusif, berkualitas, dan berdaya saing di tingkat regional maupun global.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model dan karakteristik pendidikan Islam yang diterapkan di lima negara ASEAN?
2. Apa saja tantangan dan peluang dalam pengembangan pendidikan Islam di Kawasan lima negara ASEAN?
3. Bagaimana relevansi dan implikasi hasil perbandingan model pendidikan Islam di lima negara tersebut ASEAN bagi pengembangan pendidikan Islam di Indonesia?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mendeskripsikan model dan karakteristik pendidikan Islam yang diterapkan di lima negara ASEAN, yaitu Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Indonesia.
2. Untuk menganalisis tantangan dan peluang dalam pengembangan pendidikan Islam di masing-masing negara tersebut.
3. Untuk mengkaji relevansi serta implikasi hasil perbandingan model pendidikan Islam antarnegara ASEAN bagi pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan Islam di Indonesia.
===================
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model dan Karakteristik Pendidikan Islam di Lima Negara
1. Pendidikan Islam di Malaysia
Pendidikan Islam di kawasan ASEAN memiliki karakteristik yang berbeda sesuai konteks sejarah, sosial, dan kebijakan nasional masing-masing negara. Malaysia menjadi salah satu negara dengan sistem pendidikan Islam yang paling terstruktur dan mapan di kawasan Asia Tenggara. Sistem pendidikan Islam Malaysia terdiri dari jaringan sekolah formal seperti Sekolah Kebangsaan Agama (AKA), Sekolah Menengah Kebangsaan Agama (SMKA), Institusi Pendidikan Tinggi Islam seperti International Islamic University Malaysia (IIUM) dan Universiti Sains Malaysia (USIM). Kurikulum yang digunakan memadukan antara pendidikan agama dan pendidikan umum sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki kemampuan spiritual, intelektual, dan profesional (Hashim, R., & Langgulung, H. (2008).
Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lain, seperti Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina, tampak adanya variasi dalam pendekatan dan tingkat pengembangan institusi pendidikan Islam. Indonesia, misalnya, memiliki basis pendidikan Islam terbesar melalui pesantren, madrasah, dan perguruan tinggi Islam. Keberagaman institusi ini memberikan fleksibilitas perkembangan kurikulum dan inovasi. Namun demikian, tantangan utama Indonesia terletak pada pemerataan kualitas dan modernisasi lembaga pendidikan Islam (Ministry of Education Malaysia (2020).
2. Pendidikan Islam di Singapura
Berbeda dengan Malaysia, Singapura memiliki sistem pendidikan yang sangat terpusat, modern, dan kompetitif. Pendidikan Islam di negara ini tidak menjadi bagian dari kurikulum nasional, tetapi tetap terakomodasi melalui lembaga-lembaga khusus seperti madrasah yang berada di bawah koordinasi Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS). Madrasah di Singapura memiliki kurikulum yang menggabungkan pendidikan agama Islam dengan pendidikan formal yang diakui pemerintah. Madrasah tidak hanya memfokuskan diri pada studi keagamaan, tetapi juga menekankan prestasi akademik tinggi untuk memastikan peserta didik mampu bersaing dalam dunia profesional modern.
Model utama pendidikan Islam di Singapura adalah sistem madrasah modern yang menggabungkan kurikulum agama dengan kurikulum nasional. Selain madrasah formal, MUIS juga mengelola program pendidikan agama nonformal bernama aLIVE, yang diberikan kepada siswa Muslim yang bersekolah di sekolah umum. Program ini dirancang profesional dengan pendekatan pedagogis yang sesuai perkembangan anak, teknologi pembelajaran, serta keterampilan abad 21 (Rahim, L. (2011).
Madrasah di Singapura wajib memenuhi standar akademik seperti ujian Primary School Leaving Examination (PSLE). Hal ini mencerminkan karakteristik utama pendidikan Islam di Singapura, yaitu profesional, terstandar, dan sangat memperhatikan kualitas. Disiplin administratif, tata kelola modern, dan integrasi antara agama dan sains menjadi ciri kuat sistem pendidikan Islam negara ini. Di Singapura, pendidikan Islam tidak dimasukkan sebagai bagian dari kurikulum nasional secara komprehensif, tetapi diselenggarakan oleh institusi swasta seperti madrasah yang berfokus pada pembinaan moral dan agama (MUIS. (2021).
3. Pendidikan Islam Brunei Darussalam
Brunei Darussalam memiliki pendekatan berbeda dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Negara ini mengintegrasikan pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional melalui falsafah Melayu Islam Beraja. Pendidikan agama menjadi mata pelajaran wajib di seluruh jenjang pendidikan formal. Selain itu, Brunei memiliki institusi khusus seperti Sekolah Ugama dan Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA). Sistem ini menunjukkan bahwa Brunei menekankan pada internalisasi nilai-nilai Islam sebagai basis identitas nasional (KHEU. (2020).
Pendidikan Islam di Brunei Darussalam memiliki karakteristik paling kuat di antara negara-negara ASEAN karena terkait langsung dengan ideologi negara, yaitu Melayu Islam Beraja (MIB). Sistem pendidikan Brunei mewajibkan seluruh pelajar Muslim mengikuti pendidikan agama selama enam tahun melalui sekolah agama yang berjalan paralel dengan sekolah umum.
Model pendidikan yang diterapkan adalah model dual system:
(1) sekolah umum (pendidikan akademik),
(2) sekolah agama (akidah, ibadah, akhlak, syariah, dan Al-Qur'an).
Keduanya berada di bawah pengawasan Departemen Pendidikan dan Kementerian Hal Ehwal Ugama (KHEU). Integrasi nilai-nilai Islam ke seluruh mata pelajaran menjadikan sistem pendidikan Brunei sangat identitas-religius dan formal.
Di tingkat pendidikan tinggi, Brunei memiliki Universiti Islam Sultan Sharif Ali (UNISSA), yang menjadi pusat studi Islam modern dengan fokus pada hukum Islam, ekonomi Islam, dan pengajian Qurani. Model Brunei mencerminkan bahwa pendidikan Islam bukan hanya instrumen pendidikan, tetapi juga alat pembentukan ideologi nasional (Abdullah, R. (2018).
Dibandingkan dengan Singapura yang lebih pragmatis dan modern, Brunei lebih bersifat normatif dan ideologis. Singapura memberi ruang bagi umat Islam untuk berkembang secara profesional tanpa mengurangi identitas keagamaan, sementara Brunei menekankan integrasi antara agama, budaya, dan negara.
4. Pendidikan Islam di Filipina
Filipina merupakan negara dengan mayoritas penduduk non-Muslim. Pendidikan Islam berkembang terutama di wilayah Mindanao, tempat komunitas Muslim Moro bermukim. Sistem pendidikan Islam di Filipina mencakup madrasah tradisional dan madrasah terakreditasi pemerintah yang disebut Standard Madrasah Curriculum (SMC). Pemerintah Filipina sejak awal abad 21 telah berusaha melakukan reformasi pendidikan Islam untuk menyatukan kurikulum agama dengan pendidikan umum agar lulusan madrasah memiliki kompetensi akademik yang sama dengan sekolah-sekolah nasional.
Tantangan utama yang dihadapi adalah kondisi sosial-politik yang tidak stabil, keterbatasan infrastruktur, dan minimnya dukungan anggaran. Hal ini menyebabkan banyak madrasah berkembang secara informal tanpa standar kurikulum yang jelas (Tamano, M. (2017).
Pemerintah Filipina kemudian mengembangkan Standard Madrasah Curriculum (SMC) untuk mengintegrasikan madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum ini bertujuan menyetarakan madrasah terdaftar dengan sekolah umum, sambil tetap mempertahankan pelajaran seperti fiqh, akidah, Qur'an, dan bahasa Arab. Meskipun upaya reformasi terus berjalan, kualitas guru, fasilitas, dan manajemen masih menjadi tantangan besar. Model pendidikan Islam di Filipina mencerminkan dinamika negara dengan minoritas Muslim yang memperjuangkan hak pendidikan layak (Department of Education Philippines. (2018).
5. Pendidikan Islam di Indonesia
Indonesia memiliki model pendidikan Islam yang paling beragam di kawasan ASEAN. Keanekaragaman ini lahir dari sejarah panjang Islamisasi yang berlangsung secara damai melalui jaringan ulama, pesantren, dan tradisi keilmuan Nusantara. Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, sehingga kebutuhan akan pendidikan Islam sangat besar dan bervariasi. Keragaman ini tercermin pada berbagai jenis lembaga pendidikan Islam yang berkembang, baik yang bersifat tradisional maupun modern (Maksum, A. (2018).
Pendidikan Islam di Indonesia memiliki corak yang sangat khas dibandingkan negara ASEAN lainnya. Keberagaman model pendidikan menjadi karakter paling menonjol, mulai dari lembaga tradisional seperti pesantren hingga lembaga modern seperti Sekolah Islam Terpadu (SIT) dan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN). Keberagaman ini merupakan hasil dari perkembangan historis Islam di Nusantara yang berlangsung secara bertahap, inklusif, serta berinteraksi dengan budaya lokal. Selain itu, pendidikan Islam di Indonesia bersifat fleksibel dalam kurikulum, karena mampu menggabungkan ilmu keagamaan, ilmu umum, dan penguatan karakter sesuai kebutuhan masyarakat. Pesantren misalnya, tetap mempertahankan kitab kuning sebagai inti kajian, namun banyak pula yang telah mengadopsi kurikulum formal dan keterampilan abad ke-21 (Nurkholis. (2021).
Karakteristik utama pendidikan Islam Indonesia adalah keberagaman model, fleksibilitas kurikulum, dan akar tradisi pesantren yang kuat. Pemerintah terus melakukan modernisasi melalui sistem akreditasi, revitalisasi kurikulum, pengembangan mutu tenaga pendidik, dan transformasi digital.
Namun, tantangan besar masih ada, seperti kesenjangan kualitas, fasilitas, pemerataan akses, dan profesionalisasi manajemen pendidikan. Secara keseluruhan, pendidikan Islam di Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi model bagi negara ASEAN lainnya, namun memerlukan perbaikan berkelanjutan agar mampu bersaing di tingkat regional dan global.
B. Tantangan dan Peluang Pendidikan Islam di Lima Negara ASEAN
Pendidikan Islam di kawasan ASEAN memiliki dinamika yang berbeda antarnegara karena pengaruh sejarah, politik, dan kondisi sosial masyarakatnya. Meskipun demikian, secara umum negara-negara seperti Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina menghadapi tantangan yang serupa: modernisasi pendidikan, kebutuhan peningkatan kualitas lembaga, serta integrasi kurikulum Islam dengan tuntutan global. Namun, masing-masing negara juga memiliki peluang unik untuk mengembangkan pendidikan Islam yang relevan dan berdaya saing.
1. Malaysia
Malaysia menghadapi tantangan berupa dualisme sistem pendidikan antara sekolah nasional dan sekolah agama rakyat, perbedaan kualitas antarnegara bagian, serta kebutuhan standarisasi kurikulum pendidikan Islam. Meskipun demikian, peluang Malaysia sangat besar karena integrasi pendidikan Islam dalam kebijakan nasional sudah kuat, serta keberadaan institusi unggulan seperti International Islamic University Malaysia (IIUM) yang dikenal secara global (Ministry of Education Malaysia. (2020).
2. Singapura
Tantangan utama pendidikan Islam di Singapura adalah keterbatasan pendanaan madrasah, regulasi pemerintah yang ketat, dan posisi Muslim sebagai minoritas. Namun, peluang besar hadir melalui dukungan MUIS, sistem manajemen pendidikan yang modern, dan kurikulum yang adaptif terhadap kebutuhan masyarakat Muslim yang hidup di negara maju (MUIS. (2018).
3. Brunei Darussalam
Brunei menghadapi tantangan berupa terbatasnya inovasi karena sistem pendidikan yang sangat terpusat dan berorientasi pada konsep Melayu Islam Beraja (MIB). Namun, negara ini memiliki peluang besar karena dukungan penuh pemerintah terhadap pendidikan Islam, serta integrasi kurikulum agama dalam sistem nasional yang konsisten dan berkesinambungan (Ministry of Religious Affairs Brunei. (2019).
4. Filiphina
Tantangan pendidikan Islam di Filipina, khususnya di Mindanao, meliputi keterbatasan infrastruktur, konflik sosial, dan belum seragamnya kurikulum madrasah. Namun peluang berkembang cukup besar berkat otonomi pendidikan di BARMM, dukungan organisasi internasional, dan reformasi madrasah yang mulai diinstitusionalisasi secara nasional (Department of Education Philippines. (2016).
5. Indonesia
Pendidikan Islam di Indonesia menghadapi tantangan berupa kesenjangan kualitas antarwilayah, modernisasi pesantren dan madrasah yang belum merata, serta profesionalisasi tenaga pendidik yang masih perlu ditingkatkan. Selain itu, integrasi kurikulum agama dan nasional masih membutuhkan penguatan agar lebih relevan dengan perkembangan zaman.
Namun, peluang pengembangan sangat besar. Dukungan pemerintah melalui revitalisasi madrasah dan pesantren, percepatan digitalisasi pendidikan, serta posisi Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia memberikan potensi besar bagi Indonesia menjadi pusat rujukan pendidikan Islam di Kawasan (Azra, A. (2017).
C. Relevansi dan Implikasi Perbandingan Model Pendidikan Islam di Lima Negara ASEAN bagi Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia
Perbandingan model pendidikan Islam di lima negara ASEAN—Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Singapura, dan Thailand—memberikan wawasan strategis tentang bagaimana sistem pendidikan Islam dapat berkembang di tengah konteks sosial, politik, dan budaya yang berbeda. Masing-masing negara memiliki struktur pemerintahan, demografi, serta kebijakan keagamaan yang membentuk corak pendidikan Islam mereka. Melalui analisis komparatif, Indonesia dapat mengambil pelajaran penting untuk memperkuat kualitas, tata kelola, dan daya saing pendidikan Islam di masa depan.
1. Relevansi Hasil Perbandingan bagi Penguatan Sistem Pendidikan Islam Indonesia
1.1. Diversifikasi dan Integrasi Kurikulum
Malaysia dan Brunei menunjukkan bahwa integrasi kurikulum nasional dan kurikulum agama dapat dilakukan secara sistematis melalui standar nasional yang jelas. Sistem dual integrated curriculum Malaysia, misalnya, menyatukan sains modern dan studi Islam dalam kerangka kurikulum yang terukur. Hal ini relevan bagi Indonesia karena madrasah dan sekolah Islam terpadu masih menghadapi variasi mutu yang cukup lebar. Melihat praktik negara tetangga, Indonesia dapat memperkuat standar kurikulum yang seragam namun fleksibel, terutama dalam hal integrasi IPTEK dan IMTAQ.
1.2. Penguatan Regulasi dan Manajemen Lembaga
Brunei dan Singapura memiliki kontrol pemerintah yang kuat terhadap institusi pendidikan Islam, baik dari sisi akreditasi, pendanaan, maupun rekrutmen tenaga pendidik. Dampaknya adalah konsistensi mutu lembaga. Sementara Indonesia dan Thailand cenderung memiliki karakteristik yang lebih beragam sehingga kesenjangan kualitas lebih besar. Relevansi bagi Indonesia adalah pentingnya memperkuat tata kelola, terutama untuk pesantren, madrasah swasta, dan lembaga pendidikan Islam nonformal. Regulasi yang lebih sistematis, penerapan quality assurance, serta peningkatan pendampingan manajerial perlu diperkuat.
1.3. Profesionalisasi Guru dan Lembaga
Malaysia dan Indonesia sama-sama memiliki perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKIN/HEI Islam). Namun Malaysia lebih unggul dalam standarisasi kompetensi guru agama melalui badan sertifikasi nasional. Singapura melalui Madrasah Education Committee juga menerapkan pelatihan intensif dan terstruktur bagi guru madrasah. Ini relevan bagi Indonesia karena mutu guru sangat menentukan kualitas pendidikan Islam. Implikasinya adalah perlunya pelatihan berkelanjutan (continuous professional development), sertifikasi yang lebih ketat, serta kemitraan internasional untuk meningkatkan kapasitas tenaga pendidik.
1.4. Pendanaan dan Dukungan Negara
Brunei mendanai lembaga pendidikan Islam secara penuh melalui negara, sementara Malaysia memberikan subsidi besar terhadap sekolah agama rakyat. Di Indonesia, pendanaan PES (Pendidikan Islam) sebagian besar masih bergantung pada swadaya masyarakat, terutama pesantren dan madrasah swasta. Pembelajaran dari negara ASEAN menunjukkan bahwa dukungan fiskal yang memadai sangat penting untuk memperkecil kesenjangan mutu. Hal ini menunjukkan pentingnya kebijakan afirmasi pendanaan bagi lembaga yang masih tertinggal, terutama di daerah 3T.
1.5. Digitalisasi dan Inovasi Pendidikan
Singapura unggul dalam digitalisasi madrasah melalui online learning management system, sedangkan Malaysia juga memperkenalkan inisiatif e-Tahfiz dan smart classroom. Pengalaman ini relevan untuk Indonesia yang memiliki jumlah lembaga terbesar dan sangat beragam. Implikasinya adalah pentingnya transformasi digital yang lebih intensif, terutama di pesantren dan madrasah yang minim fasilitas. Program pemerintah seperti Madrasah Reform, Digital Pesantren, dan EMIS 4.0 perlu diperluas dan diperkuat.
2. Implikasi Perbandingan bagi Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia
2.1. Pengembangan Kebijakan Nasional yang Lebih Terarah
Perbandingan ASEAN menegaskan perlunya master plan jangka panjang pendidikan Islam Indonesia yang menyatukan seluruh jenis lembaga: madrasah, pesantren, sekolah Islam terpadu, dan pendidikan diniyah. Dengan mengacu pada keberhasilan negara tetangga, Indonesia perlu memperjelas arah kebijakan untuk menciptakan sistem yang lebih efektif, efisien, dan terstandar.
2.2. Penguatan Mutu Melalui Standardisasi Bertahap
Pelajaran dari Brunei dan Malaysia mengindikasikan bahwa standardisasi tidak harus seragam secara total, tetapi harus menjamin kualitas minimum. Implikasi untuk Indonesia adalah penyusunan standar mutu madrasah dan pesantren yang lebih realistis, bertahap, dan sensitif terhadap konteks lokal, tanpa menghilangkan kekhasan tradisi pesantren.
2.3. Modernisasi Pesantren Tanpa Melemahkan Tradisi
Tradisi pesantren merupakan kekuatan utama pendidikan Islam Indonesia yang tidak ditemui dalam bentuk yang sama di negara ASEAN lain. Melalui studi komparatif, Indonesia melihat bahwa modernisasi bisa dilakukan tanpa menghilangkan identitas. Modernisasi manajemen, digitalisasi pembelajaran, dan peningkatan kapasitas santri dapat dilakukan sambil mempertahankan kekhasan kitab kuning, akhlak santri, dan karakter kepesantrenan.
2.4. Perluasan Kerja Sama Internasional
Pengalaman Malaysia yang aktif menjalin kerja sama global di bidang pendidikan Islam menunjukkan bahwa jejaring internasional dapat mempercepat inovasi. Implikasinya bagi Indonesia adalah memperluas kolaborasi PTKIN dengan universitas luar negeri, program pertukaran guru dan santri, serta penelitian komparatif berkelanjutan.
2.5. Penguatan Keadilan Akses
Singapura dan Filipina memberikan contoh bagaimana kelompok minoritas Muslim tetap memperoleh akses terhadap pendidikan Islam melalui dukungan negara maupun lembaga komunitas.
Di Singapura, pendidikan Islam bagi komunitas Muslim dikelola secara terstruktur oleh organisasi resmi seperti MUIS, yang memastikan kualitas kurikulum dan pemerataan layanan.
Sementara itu, Filipina—khususnya di wilayah Bangsamoro—menerapkan kebijakan afirmatif untuk mendukung madrasah dan sekolah Islam di daerah minoritas Muslim.
Perbandingan model pendidikan Islam di lima negara ASEAN memberikan wawasan strategis bagi Indonesia untuk memperkuat, memodernisasi, dan menata ulang sistem pendidikan Islam secara lebih terarah. Dengan mempelajari keberhasilan negara tetangga dalam integrasi kurikulum, tata kelola, penguatan SDM, pendanaan, dan digitalisasi, Indonesia dapat merumuskan strategi berbasis data untuk meningkatkan kualitas dan daya saing pendidikan Islam. Keunikan pesantren sebagai kekuatan lokal harus tetap dipertahankan, sambil tetap mendorong modernisasi yang progresif, inklusif, dan berkelanjutan.
Melalui kajian komparatif ini, Indonesia dapat memperoleh pemahaman lebih tajam mengenai bagaimana negara-negara tersebut mengelola standar mutu, pendanaan, pembinaan sumber daya manusia, inovasi kurikulum, dan transformasi digital. Hal ini membantu Indonesia merumuskan strategi perbaikan yang lebih kontekstual dan berbasis bukti (evidence-based policy), terutama dalam memperkuat madrasah, pesantren, perguruan tinggi keagamaan islam, dan sekolah Islam terpadu.
Dalam konteks keunikan lokal, pesantren sebagai institusi pendidikan Islam tertua di Indonesia tetap menjadi kekuatan utama yang tidak dimiliki oleh negara ASEAN lain secara setara. Tradisi keilmuan yang kuat, karakter pendidikan yang berbasis kemandirian, serta jejaring sosial yang luas merupakan modal besar bagi pembangunan pendidikan Islam nasional. Oleh karena itu, modernisasi pendidikan Islam di Indonesia harus dilakukan tanpa menghilangkan akar tradisi pesantren. Transformasi digital, penguatan kurikulum kompetensi, dan peningkatan kapasitas guru harus diarahkan untuk memperkuat, bukan menggantikan, karakter pendidikan Islam yang khas tersebut.
Melalui pemanfaatan praktik terbaik (best practices) dari negara-negara ASEAN dan mengintegrasikannya dengan potensi lokal, Indonesia memiliki peluang besar untuk menciptakan model pendidikan Islam yang lebih progresif, inklusif, dan berkelanjutan. Upaya ini tidak hanya meningkatkan mutu pendidikan, tetapi juga memperkuat kontribusi pendidikan Islam terhadap pembangunan nasional dan daya saing bangsa di tingkat regional maupun global.
====================
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan Islam di kawasan ASEAN menunjukkan keragaman bentuk, struktur, dan orientasi sesuai dengan konteks sosial, budaya, dan politik masing-masing negara. Perbandingan model pendidikan Islam di lima negara ASEAN—Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Indonesia—menunjukkan bahwa setiap negara memiliki pendekatan yang berbeda sesuai konteks sosial, politik, dan historisnya. Malaysia unggul dalam integrasi kurikulum; Singapura dalam tata kelola pendidikan Islam berbasis komunitas; Brunei Darussalam dalam fondasi ideologis melalui konsep MIB; sedangkan Filipina menerapkan kebijakan afirmatif bagi wilayah minoritas Muslim. Indonesia sendiri memiliki model paling beragam dengan keunikan pesantren sebagai kekuatan utama.
Dari perbandingan ini, tampak bahwa setiap negara memiliki pendekatan berbeda dalam mengembangkan pendidikan Islam: ada yang menekankan integrasi ideologis (Brunei), profesionalisme akademik (Singapura), reformasi sosial (Filipina), modernisasi kelembagaan (Malaysia), dan keragaman kultural (Indonesia). Dengan demikian, pendidikan Islam di ASEAN tidak dapat dilepaskan dari realitas sosial masing-masing negara. Indonesia dapat belajar dari negara lain dalam aspek standarisasi, profesionalisme, dan pemerataan kualitas, sekaligus mempertahankan keunggulannya dalam keberagaman lembaga pendidikan Islam.
Perbandingan ini memberikan wawasan penting bahwa peningkatan mutu pendidikan Islam membutuhkan tata kelola yang kuat, kurikulum yang relevan, modernisasi berbasis teknologi, peningkatan kualitas guru, serta pemerataan akses. Dengan mengadopsi praktik baik dari negara-negara ASEAN lain, Indonesia dapat memperkuat sistem pendidikan Islam yang lebih progresif, inklusif, dan berdaya saing.
B. Saran
Berdasarkan refleksi dari berbagai sistem pendidikan Islam di negara-negara ASEAN, terdapat beberapa saran untuk pengembangan pendidikan Islam di Indonesia dan kawasan ASEAN secara umum.
Penguatan Tata Kelola
Indonesia perlu memperkuat manajemen pendidikan Islam, terutama dalam standarisasi mutu madrasah, pesantren, dan sekolah Islam.
Modernisasi Kurikulum dan Digitalisasi
Integrasi kurikulum nasional–keislaman serta pemanfaatan teknologi harus diperluas agar pendidikan Islam lebih relevan dengan kebutuhan abad 21.
Pemerataan Akses Pendidikan Islam
Pemerintah perlu memberikan kebijakan afirmatif bagi daerah tertinggal, kawasan minoritas Muslim, dan wilayah terpencil untuk mengurangi kesenjangan kualitas.
Peningkatan Kompetensi Guru dan Tenaga Kependidikan
Pengembangan profesional guru harus dilakukan secara berkelanjutan, terutama dalam pedagogi modern dan literasi digital.
Pelestarian dan Penguatan Tradisi Pesantren
Modernisasi pendidikan Islam hendaknya tetap menjaga karakter pesantren sebagai basis moral, spiritual, dan kemandirian.
===================
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, R. (2018). Islamic Education in Brunei Darussalam. Journal of Islamic Civilizational Studies.
Azra, A. (2017). Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi. Jakarta: Kencana.
Department of Education Philippines. (2016). Madrasah Education Program Framework. Manila.
Department of Education Philippines. (2018). Standard Madrasah Curriculum Framework. Manila.
Hashim, R., & Langgulung, H. (2008). Islamic Education in Malaysia: Theory and Practice. Journal of Islamic Studies.
KHEU. (2020). Brunei Islamic Education Framework. Brunei Darussalam.
Maksum, A. (2018). “Modernisasi Pesantren dan Dinamika Kurikulum Pendidikan Islam.” Jurnal Pendidikan Islam, 7(2), 155–177.
Ministry of Education Malaysia. (2020). Education System in Malaysia. Putrajaya: KPM.
Ministry of Education Malaysia. (2020). Malaysia Education Blueprint 2013–2025.
Ministry of Religious Affairs Brunei. (2019). Education Under the MIB Framework. Bandar Seri Begawan.
MUIS. (2018). Madrasah Education Development Report. Singapore: Majlis Ugama Islam Singapura.
MUIS. (2021). Islamic Education in Singapore. Singapore: MUIS Publications.
Nurkholis. (2021). “Digitalisasi Madrasah dalam Era Society 5.0.” Jurnal Teknologi Pendidikan, 9(1), 34–49.
Rahim, L. (2011). The Madrasah in Singapore: Modernization and Reform. Singapore: Marshall Cavendish.
Tamano, M. (2017). Islamic Education in Mindanao. Manila: DepEd Publications.
Untuk dapat info terbaru makalah dan Skripsi silahkan ikuti Gudang Makalah dan Skripsi
