Pergaulan dalam Islam
APAKAH PERGAULAN KALIAN SUDAH SESUAI SYAREAT ISLAM?
Silahkan diBaca dan anda Nilai Sendiri!
PENDAHULUAN
Larangan pertama, para ulama telah sepakat bahwa perbuatan seperti itu haram hukumnya, tanpa pengecualian. Dalam hadist lain di tambahkan bahwa kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berkumpul, maka yang ketiganya adalah setan, sehingga sangat mungkin mereka melakukan hal-hal yang di larang oleh syara’.
3. PENUTUP
Silahkan diBaca dan anda Nilai Sendiri!
HADITS AQIDAH AKHLAK
TATA CARA PERGAULAN MENURUT ISLAM
1.1 PENGERTIAN
ATURAN PERGAULAN
Pergaulan memiliki makna yang sama dengan etika. Jadi
menurut hemat penulis, pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani
adalah "Ethos", yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan
(custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan perkataan moral yang merupakan
istilah dari bahasa Latin, yaitu "Mos" dan dalam bentuk jamaknya
"Mores", yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang
dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal
tindakan yang buruk.
Namun
demikian, sebagai
umat Islam, kita tentu mengetahui dengan baik hakikat bahwa Allah SWT telah
menetapkan batas-batas dalam pergaulan kerana fitrah manusia tidak lepas dari
kesalahan, dosa, dan kekhilafan. Untuk itu perlu rujukannya dalam bertingkah
laku. Rujukan tersebut diantaranya adalah sunnah Rasulullah SAW, karena risalah
pertama yang disampaikan kepada umat Islam adalah tentang akhlak. Hendaknya
dalam kehidupan sehari-hari kita mengikuti petunjuk-petunjuk yang telah
disampaikan pada kita secara jelas. Agar dalam pergaulan sehari-hari, kita
tidak melampaui batas yang telah ditetapkan, maka kita harus dapat memahami
sabda-sabda Rasulullah tersebut.
Seperti yang kita ketahui bersama,
bahwa hanya pergaulan bebas dan semacamnya hampir-hampir tidak memiliki batas,
kerana kaum muda saat ini berbuat telah hamper terhakis sifat malunya. Begitu
pula halnya kebiasaan mengahabiskan waktu di jalan, hampir-hampir jadi budaya
tambahan pula hubungan silaturrahmi jarang dilakukan.
Untuk itulah, kita sebagai orang
yang berilmu agar bisa mencari jalan keluar untuk berbagai macam permasalahan
dan kemudian kita dapat memprakteknya dalam kehidupan sehari-hari.
2. PEMBAHASAN
2.1
LARANGAN
BERDUAAN TANPA MAHRAM
2.1.1
TERJEMAHAN HADIS:
عن ابن عباس رضي الله عنه قال : سمعت
رسول الله صلى الله عليه وسلم يخطب يقول : لا يخلون رجل
بإمرأة الا ومعها ذومحرم ولاتسافرالمرأة الامع ذي مخرم. فقام رجل. فقال : يارسول الله, إن
إمرأتى خرجت حاجة وإنى اكتتبت فى غزوة كذا و كذا, فقال: انطلق فحج مع إمرأتك (متفق
عليه)
Artinya: “Ibnu Abbas berkata, “saya mendengar Rasurullah SAW berkhotbah,
“janganlah seorang laki-laki bersama dengan seorang perempuan, melainkan
(hendaklah) besertanya (ada) mahramnya, dan janganlah kalian bersafar
(bepergian) seorang perempuan, melaikan dengan mahramnya. “seseorang berdiri
lalu berkata, “ya Rasulullah, istri saya keluar untuk haji, dan saya telah
mendaftarkan diri pada peperangan anu dan anu.” Maka beliau bersabda, “pergilah
dan berhaji bersama istrimu.” (Mutatafaq Alaih) [1]
2.1.2
PENJELASAN HADIS:
Dalam hadist
di atas ada dua larangan:
1.
Larangan berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
dan belum resmi menikah.
2.
Larangan wanita untuk berpergian, kecuali dengan mahramnya.
Larangan pertama, para ulama telah sepakat bahwa perbuatan seperti itu haram hukumnya, tanpa pengecualian. Dalam hadist lain di tambahkan bahwa kalau laki-laki dan perempuan yang bukan mahram berkumpul, maka yang ketiganya adalah setan, sehingga sangat mungkin mereka melakukan hal-hal yang di larang oleh syara’.
Jika ada keperluan kepada wanita yang bukan muhrim, Al-Quran telah mengajarkan,
yaitu melalui tabir:
وَإِذَا سَأَلۡتُمُوهُنَّ
مَتَـٰعً۬ا فَسۡـَٔلُوهُنَّ مِن وَرَآءِ حِجَابٍ۬ۚ ذَٲلِڪُمۡ أَطۡهَرُ
لِقُلُوبِكُمۡ وَقُلُوبِهِنَّۚ
Artiya: “Apabila kamu
meminta sesuatu [keperluan] kepada mereka [isteri-isteri Nabi], maka mintalah
dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati
mereka.” (53)
(Q.S,
Al-Ahzab: 53)
Larangan yang di maksud tersebut sebagai batasan dalam pergaulan antara lawan
jenis demi menghindari fitnah. Oleh karena itu, larangan islam, tidak
semata-mata untuk membatasi pergaulan, tetapi lebih dari itu yaitu, untuk
menyelamatkan peradaban manusia. Berduaan dengan lawan jenis merupakan salah
satu langkah awal terhadap terjadinya fitnah. Dengan demikian, larangan
perbuatan tersebut, sebenarnya sebagai langkah preventif agar tidak melanggar
norma-norma hukum yang telah di tetapkan oleh agama dan yang telah di sepakati
oleh masyarakat.
Adapun larangan yang kedua, tentang wanita yang
berpergian tanpa mahram, terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Ada
yang menyatakan bahwa larangan tersebut sifatnya mutlak. Dengan demikian,
perjalanan apa saja, baik yang dekat maupun jauh, harus di sertai mahram. Ada
yang berpendapat bahwa perjalanan perjalanan tersebut adalah perjalan jauh yang
memerlukan waktu minimal dua hari. Ada pula yang berpendapat bahwa larangan
tersebut ditujukan bagi wanita yang masih muda saja, sedangkan bagi wanita yang
sudah tua di perbolehkan, dan masih banyak pendapat yang lainnya.
Sebenarnya, kalu dikaji secara mendalam, larangan wanita mengadakan safar
adalah sangat kondisional. Seandainya wanita tersebut dapat menjaga diri dan
diyakini tidak akan menjadi apa-apa, serta merasa bahwa ia akan merepotkan
mahramnya setiap kali akan pergi, maka perjalanan di bolehkan, misalnya pergi
untuk kuliah , kantor dan lain-lainyang memang sudah biasa di lakukan setiap
hari, apalagi kalau kantor atau tempat kuliahnya dekat. Namun demikian, lebih
baik ditemani oleh mahramnya, kalu tidak merepotkan dan mengganggunya.
Dengan demikian, yang menjadi standar adalah kemaslahatan dan keamanan. Begitu
pula pergi haji, kalau di perkirakan akan aman, apalagi pada sa’at ini telah
ada petugas pembimbing haji yang akan bertanggung jawab terhadap keselamatan
dan kelancaran para jama’ah haji, maka seorang wanita yang pergi haji, tidak di
sertai mahramnya di perbolehkan kalau memang dia sudah memenuhi persyaratan
untuk melaksanakan ibadah haji.
Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahawa pertemuan lelaki dan perempuan tidaklah
haram melainkan jaiz (boleh). Bahkan hal-hal seperti itu dituntut apabila
bertujuan untuk kebaikan, seperti dalam urusan yang bermanfaat, amal soleh,
kebajikan, perjuangan atau lain-lain yang memerlukan banyak tenaga lelaki
maupun perempuan. Namun kebolehan itu tidak berarti bahwa batas-batas antara
keduanya menjadi lebur dan ikatan syariah dilupakan.[2]
2.1.3
FIQH AL-HADIS:
Islam melarang pergaulan bebas, seorang laki-laki tidak di perbolehkan berduaan
dengan perempuan yang bukan mahramnya. Wanita pun dilarang mengadakan
perjalanan tanpa di sertai mahromnya. Akan tetapi, larangan mengadakan
perjalanan sendirian bagi wanita adalah sangat kondisional, kalau di yakini
bahwa perjalanan tersebut akan aman dari gangguan fitnah, apalagi kalau dekat,
hal itu di perbolehkan.
2.2
SOPAN
SANTUN DAN DUDUK DI JALAN
2.2.1
TERJEMAHAN HADIS:
عن ابي سعيدالخدري ري رضي الله عنه عن
النبي صلى الله عليه وسلم قال: إياكم ولجلوس على لطرقات فقالوا: مالنابد إنماهي
مجالسنا نتحدث فيها قال: فإذا أبيتم إلا المجالس فأعتواالطريق؟ قال: غضالبصروكف
الأذى وردالسلام وأمرباالمعروف ونهي عن المنكر.
(رواه اليبخارى
ومسلم وأبوداود)
“dari Abu Said Al-khudry r.a., rasulullah
SAW. Bersabda, kamu semua harus menghindari untuk duduk di atas jalan (pinggir
jalan) dalam riwayat lain, di jalan merka berkata,”Mengapa tidak boleh padahal
itu adalah tempat duduk kami untuk mengobrol. Nabi bersabda, “jika tidak
mengindahkan larangan tersebut karena hanya itu tempat untuk mengobrol, berilah
hak jalan.” Mereka bertanya. “apakah hak jalan itu” nabi bersabda, “menjaga
pandangan mata, berusaha untuk tidak menyakiti, menjawab salam, memerintah
kepada kebaikan dan melarang kemunkaran.”[3]
(H.R.Bukhari, Muslim, dan Abu dawud)
2.2.2
PENJELASAN HADIS:
Rasulullah SAW melarang duduk di
pinggir jalan, baik dari tempat duduk yang khususu, seperti di atas kursi, di
bawah pohon, dan lain-lain. Sebenarnya larangan tersebut bukan berarti larangan
pada tempat duduknya, yakni bahwa membuat tempat duduk di pinggir jalan itu
haram. Terbukti ketika para sahabat merasa keberatan dan berargumen bahwa hanya
itulah tempat mereka mengobrol. Rasulallah SAW. Pun membolehkannya dengan
syarat mereka harus memenuhu hak jalan yaitu berikut ini.
a.
Menjaga
pandangan mata
Menjaga pandangan mata merupakan
suatu keharusan bagi setiap muslim, sesuai dengan perintah Allah SWT di dalam
Al-Quran:
قُل لِّلۡمُؤۡمِنِينَ
يَغُضُّواْ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِمۡ وَيَحۡفَظُواْ فُرُوجَهُمۡۚ ذَٲلِكَ أَزۡكَىٰ
لَهُمۡۗ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا يَصۡنَعُونَ وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ
يَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ وَيَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبۡدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ
Artinya:
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang
demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
apa yang mereka perbuat". (30) Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang [biasa] nampak daripadanya.”(Q.S.
an-Nur: 30-31)
Hal itu
tidak mungkin dapat dihindari bagi mereka yang sedang duduk di pinggir jalan.
Ini karena akan banyak sekali orang yang lewat, dari berbagai usia dan berbagai
tipe. Maka bagi para lelaki janganlah memandang dengan sengaja kepada para
wanita yang bukan muhrim dengan pandangan syahwat. Begitu pula, tidak boleh
memandang dengan pandangan sinis atau iri kepada siapa saja yang lewat.
Pandanganm seperti ini tidak hanya akan melanggar aturan Islam, tetapai akan
mninimbulkan kecurigaan, persengketaan dan kemarahan dari oaring yang di
pandangnya, apalagi bagi mereka yang mudah tersinggung. Oleh karena itu, mereka
yang sedang duduk di pinggir jalan harus betul-betul menjaga pandangannya.
b.
Tidak
Menyakiti
Tidak
boleh menyakiti orang-orang yang lewat, dengan lisan, tangan, kaki, dan
lain-lain. Dengan lisan misalnya mengata-ngatai atau membicarakannya, dengan
tangan misalnya melempar dengan batu-batu kecil atau benda apa saja yang akan
menyebabkan orang lewat sakit dan tersinggung; tidak memercikkan air, dan
lain-lain yang akan menyakiti orang yamg lewat atau ,menyiggung perasaannya.
c.
Menjawab
salam
Menjawab salam hukumnya adalah wajib
meskipun mengucapkannya sunnah. Oleh karena itu, jika ada yang mengucapkan
salam ketika duduk di jalan, hokum menjawabnya adalah wajib. Untuk lebih jelas
tentang salam ini, akan di bahas di bawah.
d.
Memerintah
kepada kebaikan dan melarang kemunkaran
Apabila sedang duduk di jalan
kemudian melihat ada orang yang berjalan dengan sombong atau sambil mabuk atau
memakai kendaraan dengan ngebut, dan lain-lain, di wajibkan menegurnya atau
memberinya nasihat dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang
memiliki kekuatan untuk itu, do’akanlah dalam hati supaya orang tersebut
menyadari kekeliruan dan kecerobohannya
2.2.3
FIQH AL-HADIS:\
‘Rasulullah
SAW. Melarang umatnya untuk duduk di pinggir jalan,kecuali kalau tidak ada
tempat lain untuk mengobrol selama mampu memenuhi hak jalan, yaitu: menjaga
pandangan mata, tidak menyakiti yang lewat, menjawab salam,memerintah kebaikan
dan merang kemungkaran.
2.3
MENYEBARLUASKAN SALAM\\\\\\\\\
2.3.1
TERJEMAHAN HADIS:
عن عبدالله بن سلام قال:قال رسولله
رسول الله صلى الله عليه وسلم: ياايهاالناس,: افشوالسلام
وصلواالارحام واطعمواالطعام وصلوابااليل واناس نيام تدخلوالجنة بسلام.
(أخرجه
الترمذى وصححه)
“Dari Abdullah bin Salam ia berkata,
telah bersabda Rasulullah SAW; “Hai manusia, siarkanlah salam dan hubungan
keluarga-keluarga dan berilah makan dan shalatlah pada malam ketika manusia
tidur, niscaya kamu masuk syurga dengan sejahtera.
(Dikeluarkan
oleh Tirmidzi dan ia shahihkannya)
2.3.2
PENJELASAN HADIS:
Hadits
tersebut mengandung beberapa pokok bahasan, yaitu:
a.
Menyebarkan
salam
Salam merupakan salah satu identitas
seorang muslim untuk saling mendoakan antara sesama muslim setiap kali bertemu.
Mengucapkan salam menurut kesepakatan ulama, hukumnya adalah sunat mu’akkad.
Firman Allah SWT di dalam Al-Quran:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ
بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ
عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا.
Artinya:
“Apabila ada
orang memberi hormat (salam) kepada kamu,balaslah hormat (salamnya) itu dengan
cara yang lebih baik, atau balas penghormatan itu (serupa dengan
penghormatannya). Sesungguhnya Tuhan itu menghitung segala sesuatu. (Q.S.
An-Nisa’: 86)
Mengucapkan salam tidak hanya
disunnahkan ketika berjumpa dengan orang yang dikenal sahaja, tetapi juga
ketika bertemu dengan orang yang tidak dikenali. Sebagaimana dinyatakan di
dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
Artinya:
“Abdullah Ibn Umar berkata, bahwa seorang
laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Islam seperti apakah yang
paling baik? Nabi menjawab, “Memberi makan dan mengucapkan salam, baik kepada
yang kamu kenal maupun kepada orang yang tidak kamu kenal." (H.R.
Bukhari dan Muslim)
Dalam hadis lain juga diterangkan tentan sesiapa yang pertama kali harus
mengucapkan salam, yaitu orang yang di dalam kenderaan kepada yangberjalankaki,
orang yang berjalan kepada yang duduk, kelompok yang sedikit kepada yang ramai.
Sebagaimana yang dijelaskan di dalam hadis:
عن عبدالله بن عمر رضي الله عنه أن رجلا سأل النبي صلى الله
عليه وسلم: أي الاسلام خير؟ قال: تطعم اطعام وتقرءالسلام على من عرفت ومن لم تعرف
(رواه البخارى ومسلم)
Artinya: “Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah SAW bersabda, orang yang
berkenderaan memberi salam kepada yang berjalan, dan berjalan memberi salam
kepada orang yang duduk, dan rombongan yang sedikit memberi salam kepada yang
banyak.” (H.R.Bukhari dan Muslim)
Dalam
riwayat Bukhari: “dan yang kecil memberi salam kepada yang besar.”
Salam juga disunnahkan diucapkan dalam berbagai
situasi, misalnya ketika hendak masuk ke rumah orang lain. Sebagaimana fiman
Allah SWT:
فَإِذَا دَخَلۡتُم
بُيُوتً۬ا فَسَلِّمُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمۡ تَحِيَّةً۬ مِّنۡ عِندِ ٱللَّهِ
مُبَـٰرَڪَةً۬ طَيِّبَةً۬ۚ ڪَذَٲلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّهُ لَڪُمُ ٱلۡأَيَـٰتِ
لَعَلَّڪُمۡ تَعۡقِلُونَ
Artinya: “Maka apabila
kamu memasuki [suatu rumah dari] rumah-rumah [ini] hendaklah kamu memberi salam
kepada [penghuninya yang berarti memberi salam] kepada dirimu sendiri, salam
yang ditetapkan dari sisi Allah, yang diberi berkat lagi baik. Demikianlah
Allah menjelaskan ayat-ayat [Nya] bagimu, agar kamu memahaminya.”(61)
(Q.S. An-Nur: 61)
Begitu juga ketika
meninggalkan suatu tempat atau rumah, disunnahkan untuk mengucapkan salam.
Sabda Rasulullah SAW:
إذادخلتم بيتا فسلموا على أهله فإذا
خرجتم فأودعواأهله بسلام
(رواه البيهقى)
Artinya
: “Apabila seorang di antara kamu masuk ke dalam suatu rumah, maka
hendaklah dia mengucapkan salam. Apabila ia lebih dulu berdiri meninggalkan
rumah itu, hendaklah ia mengucapkan atau memberi salam pula.” (H.R.
Al – Baihaqi)
Bagi
permasalahan menjawab salam bagi orang bukan Islam, para ulama berpakat bahawa
menjawab salam Ahli Kitab dengan lafaz “wa’alikum”, jika sekiranya Ahli
Kitab tersebut memberi salam “al-samu’alaikum” atau ragu dengan apa yang
dia katakana. Manakala Ibnu Hajar menyatakan bahawa menjawab salam dzimmi
adalah fardhu kerana ayat menjawab salam itu berisi perintah menjawab salam
secara umum. Manakala tentang lafaz “assalamu’alaikum”, Ibn Qayyim
berkata “menurut dalil-dalil dan kaidah-kaidah syariat, jawaban kepadanya
adalah “wa ‘alaika al-salam” kerana ia termasuk sikap yang adil dan
Allah juga memerintahkan perbuatan yang baik berdasarkan ayat 86 surah an-Nur.
Maka Allah menganjurkan keadilan.”[4].
2.3.3
HIKMAH MENYEBAR SALAM:
1.
Menyemai rasa cinta sesama orang
Islam, seperti yang dinyatakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari
Abu Hurairah r.a:
ألاأدلكم على ماتحبون به؟ أفشواالسلام
بينكم (رواه مسلم)
Artinya
: “ Maukah aku tunjukan sesuatu yang dengan itu kamu semua akan
saling mencintai? Sebarkanlah salam diantara kamu semua.” (H.R.
Muslim)
“Demi
Allah yang jiwaku berada di tanganNya, kamu tidak akan masuk syurga sehingga
kamu saling mencintai. Mahukah kutunjukkan amalan yang apabila kamu lakukan
kamu akan saling mencintai? Sebarkanlah salam sesamamu”
(H.R
Ahmad, Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah dan sebagainya)[5]
2.3.4
ATURAN DALAM MEMBERI SALAM:
Namun demikian, terdapat beberapa hal yang telah di atur di dalam Islam
berkenaan salam, khususnya bagi hal memberi salam kepada salah seorang
ahli rombongan yang ramai ketika saat bertemu dengan rombongan yang ramai
tersebut. Sebahagian ulama memakhruhkan perbuatan tersebut. Bagi hal memberi
salam menggunakan isyarat, terdapat sebahagian ulama memakhruhkan bahkan ada
yang berpendapat hukumnya haram, bik dengan kepala, badan, atau tangan, seperti
menundukkan kepala ketika berjumpa dengan orang lain, perbuatan tersebut
merupakan kebiasaan orang-orang Yahudi dalam memberikan salam. Seperti hadis
yang diriwayatkan oleh imam Nasa’I dengan sanad yang jayyid dari Jabir secara
marfu’
لا تسلمواتسليم اليهود فإن تسليمهم
بالرءوس والأكف. (رواه النسائ)
Artinya
: “ Janganlah memberkan salam dengan salamnya orang – orang Yahudi
karena salam mereka adalah dengan kepala dan telapak tangan. ” (H.R. Muslim)
Namun
begitu, isyarat ketika shalat ketika perbuatan mengucapkan salam adalah
diperbolehkan.
b.
Menghubungkan
kekeluargaan (siaturrahmi)
Apa bila sedang duduk di jalan
kemudian melihat ada orang yang berjalan dengan sombong atau sambil mabuk atau
memakai kendaraan dengan ngebut, dan lain-lain, di wajibkan menegurnya atau
memberinya nasihat dengan cara yang bijak. Jika tidak mampu, karena kurang
memiliki kekuatan untuk itu, do’akanlah dalam hati supaya orang tersebut
menyadari kekeliruan dan kecerobohannya.
c.
Memberi makan kepada fakir miskin
Maksud memebri makan adalah mencakup
wajib, yaitu zakat dan yang sunnah, yakni sedekah. Bagi mereka yang memiliki
harta yang melimpah harus menyedari bahwa dalam hartanya terdapat harta orang
lain, yaitu haknyafakir miskin dan orang-orang yang lemah. Maka hak mereka
harus diberikan kerana kelak akan diminta pertanggungjwaban di hadapan Allah
SWT.
d.
Shalat malam ketika manusia tidur
Ibadah malam, yakni solat tahajud
sangatlah baik dan utama setelah shalat fardhu, bahkan diperintahkan oleh Allah
SWT untuk melaksanakannya meskipun tidak wajib. Firman Allah:
وَمِنَ ٱلَّيۡلِ
فَتَهَجَّدۡ بِهِۦ نَافِلَةً۬ لَّكَ عَسَىٰٓ أَن يَبۡعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامً۬ا
مَّحۡمُودً۬ا
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang
tahajudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhanmu
mengangkat kamu ke tempat yang terpuji."
(Q.S. An-Nur: 79)
2.3.5
FIQH AL-HADIS:
Diantara anjuran Rasulullah SAW. Adalah agar manusia mendapat kebahagiaan di
akhirat kelak serta dapat memasuki syurga dengan sejahtera adalah dengan
mengamalkan hal-hal berikut, yaitu: menyebarkan salam; menghubungkan keluarga;
memberi makan kepada fakir miskin; dan melakukan shalat malam ketika manusia
lain sedang tidur.
3. PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan
tersebut dapat disimpulkan bahwasanya:
1)
Larangan
berduaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram
dan belum resmi
menikah.
2)
Larangan
bepergian kecuali dengan mahramnya.
3) Kemudian
larangan duduk dipinggir jalan, disini Rasulullah SAW, membolehkan dengan
syarat harus memenuhi hak jalan antara lain :
1) Menjaga
pandangan mata
2) Menjawab salam
3) Memerintahkan
kepada kebaikan dan melarang kepada kemungkaran.
4) Salam,
merupakan salah satu identitas seorang muslim untuk saling mendoakan antar
sesama muslim setiap kali bertemu.
#PergaulanDalamIslam