Salam dan Istishna dalam Jual Beli
Akad Salam Dan Istishna'
Bentuk-bentuk akad jual beli yang telah dibahas para ulama dalam fiqih muamalah islamiah terbilang sangat banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan bahkan sampai puluhan.Sungguhpun demikian, dari sekian banyak itu, ada tiga jenis jual beli yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yaitu murabahah, as-salam, dan al-istishna’.Kegiatan yang dilakukan perbankan syariah antara lain adalah penghimpunan dana, penyaluran dana,membeli, menjual dan menjamin atas resiko serta kegiatan-kegiatan lainnya. pada perbankan syariah,prinsip jual beli dilakukan melalui perpindahan kepemilikan barang. tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi salah satu bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan
berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang.Secara garis besar, yang akan dibahas dalam makalah ini adalah terkait salam dan al-istishna. Salam adalah menjual suatu barang yang penyerahannya ditunda, pembayaran modal lebih awal. Rukun dan syarat jual beli as-salam yaitu Mu’aqidain yang meliputi Pembeli dan penjual, Obyek transaksi, Sighat ‘ijab qabul, dan alat tukar. Al-Istishna’ adalah akad jual beli pesanan dimana bahan baku dan biaya produksi menjadi tanggungjawab pihak produsen sedangkan sistem pembayaran bisa dilakukan di muka,tengah atau akhir. Rukun dan syarat istishna’ mengikuti bai’ as-salam. Hanya saja pada bai’ al-istishna’ pembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak adanya penentuan waktu tertentu penyerahan barang, tetapi tergantung selesainya barang pada umumnya. Adapun perbedaan salam dan istishna’ adalah cara penyelesaian pembayaran salam dilakukan diawal saat kontrak secara tunai dan cara pembayaran istishna’ tidak secara kontan bisa dilakukan di awal, tengah atau akhir.
Pengertian Salam
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan, karena pemesan barang menyerahkan uangnya dimuka. Akad salam transaksi jual beli barang dengan cara pemesan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. Secara etimologi artinya pendahuluan, dn secara muamalah adalah penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya sebagai persyaratan jual beli dan barang yang dibeli masih dalam tanggungan penjual, dimana syaratnya ialah mendahulukan pembayaran pada waktu akad. Salam adalah akad jual beli barang pesanan antara pembeli dan penjual dengan pembayaran dilakukan dimuka pada saat akad dan pengiriman barang dilakukan saat akhir kontrak
Dasar Hukum Jual Beli As-Salam
Landasan syariah transaksi bai’ as-Salam terdapat dalam al-Qur’an dan al-Hadist.
1- Al-Quran
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya” (QS. Al-Baqarah : 282) Dan utang
secara umum meliputi utang-piutang dalam jual beli salam,dan utang-piutang dalam jual beli
lainnya. Ibnu Abbas telah menafsirkan tentang utang-piutang dalam jual beli salam.
Dalam kaitan ayat di atas Ibnu Abbas menjelaskan keterkaitan ayat tersebut dengan
transaksi bai’ as-Salam, hal ini tampak jelas dari ungkapan beliau: “Saya bersaksi bahwa salam
(salaf) yang dijamin untuk jangka waktu tertentu telah dihalalkan oleh Allah pada kitab-Nya
dan diizinkan-Nya.” Ia lalu membaca ayat tersebut.
2- Hadis
Ibnu’ Abbas radhiyallahu ‘anhuma juga mengatakan,
قَدِمَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمَدِينَةَ ، وَهُمْ يُسْلِفُونَ بِالتَّمْرِ السَّنَتَيْنِ وَالثَّلاَثَ ، فَقَالَ « مَنْ أَسْلَفَ فِى شَىْءٍ فَفِى كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ ، إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ »
“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah, mereka (penduduk Madinah) mempraktikkan jual beli buah-buahan dengan sistem salaf (salam), yaitu membayar di muka dan diterima barangnya setelah kurun waktu dua atau tiga tahun kemudian. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mempraktikkan salam dalam jual beli buah-buahan, hendaklah dilakukannya dengan takaran yang diketahui dan timbangan yang diketahui, serta sampai waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari, no. 2240 dan Muslim, no. 1604)
dan Hadits :
من سلف فليسلف في كيل معلوم وأجل معلوم
" Barang siapa yang melakukan salam hendak nya jelas timbangan dan jelas waktu penyerahanya"
Jenis Akad Salam
Jenis Akad Salam terbagi atas dua yaitu :
1. salam, adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjual belikan belum ada ketika transaksi dilakukan. Pembeli melakukan pembayaran dimuka sedangkan barng harus dilakukan dikemudian hari.
2. salam paralel, adalah melaksanakan dua transaksi salam yaitu antara pembeli dan penjual, serta antara penjual dengan pemasok. Hal ini terjadi ketika penjual tidak memiliki barang pesanan dan memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barng pesanan tersebut. Salam paralel diperbolehkan asalkan akad salam kedua titik tergantung pada akad salam yang pertama, yaitu akad antara keduapenjual dan pemasok tidak tergantung pada akad
pembeli dan penjual. Jika saling tergantung aatu menjadi sayarat ( terjadi ta’alluq ) maka
tidak diperbolehkan. Jadi akad antara penjual dan pemasok harus terpisah dari akad antara pembeli dan penual.
Rukun dan Syarat Akad Salam
1- Rukun As-Salam Pelaksanaan
Salam harus memenuhi rukun sebagai berikut:
a- Pembeli (musalam) Adalah pihak yang membutuhkan dan memesan barang. Harus memenuhi kriteria cakap bertindak hukum (balig dan berakal sehat) serta mukhtar (tidak dalam tekanan/paksaan).
b-Penjual (musala ilaih) Adalah pihak yang memasok barang pesanan. Harus memenuhi kriteria cakap bertindak hukum (balig dan berakal sehat) serta mukhtar (tidak dalam tekanan/paksaan.
c- Ucapan (sighah) Harus diungkapkan dengan jelas, sejalan, dan tidak terpisah oleh hal-hal yang dapat memalingkan keduanya dari maksud akad.
d- Barang yang dipesan (muslam fiqh) Dalam hal ini harus memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. Dinyatakan jelas jenisnya 2. Jelas sifat-sifatnya. 3. Jelas ukurannya. 4. Jelas batas waktunya. 5. tempat penyerahan dinyatakan secara jelas.
Syarat As-Salam
1- Uangnya hendaklah dibayar di tempat akad (pembayaran dilakukan lebih dulu)
2- Barang menjadi utang si penjual
3- Barang diserahkan dikemudian hari (diberikan sesuai waktu yang dijanjikan)
4- Barang harus jelas, baik ukuran, timbangan ataupun bilangannya
5- Harus diketahui dan disebutkan sifat-sifat barangnya
6- tempat penyerahan dinyatakan secara jelas
Berakhirnya Akad Salam
Berakhirnya Akad Salam Dari penjelasan diatas, hal-hal yang dpat membatalkan kontrak adalah:
Barang yang dipesan tidak ada pada waktu yang ditentukan.
Barang yang dikirim cacat atau tudaks esuai dengan yang disepakati dalam akad.
Barangyangdikirim kualitasnya lebih rendah, dan pembeli memilih untuk menolak atau membatalkan akad.
Barang yang dikirim kualitsnya tidak sesuai akd tetapi pembeli menerimanya.
Barang diterima
Akad Istishna
Pengertian Akad Istishna
Akad istisna adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu, dengan kriteria dan pernyataan tertentu pula yang disepakati antara pemesan ( pembeli ) dan penjual ( pembuat ). Istishna adalah akad bersama produsen untuk satu pekerjaan tertentu dalam tanggungan atau jual beli satu barang yang akan dibuat oleh produsen yang juga menyediakan barang bakunya, sedangkan jika barang bakunya dari pemesan maka transaksi itu menjadi akad ijarah (sewa), pemesan hanya menerima jasa produsen untuk membuat barang. Sedangkan dalam kodifikasi produk perbankan Syariah dijelaskan bahwa istishna adalah sebagai Jual beli barang dalam bentuk pemesanan pembuatan barang berdasarkan persyaratan tertentu, kriteria, dan pola pembayaran sesuai dengan kesepakatan.
Transaksi Al-Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat barang. Dalam kontrak ini, pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Pembuat barang lalu berusaha melalui orang lain untuk membeli atau membuat barang sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada pembeli akhir. Kedua belah pihak telah setuju atas harga serta sistem pembayaran, apakah pembayaran dilakukan dimuka, melalui cicilan, atau ditangguhkan sampai suatu waktu pada masa yang akan datang.
Jenis Akad Istishna
Istishna, adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara pemesan (pembeli/ mustashni) dan penjual (pembuat, shani').
Istishna,Paralel adalah suatu bentuk akad Istishna’ antara penjual dan pemesan, di mana untuk memenuhi kewajibannya kepada pemesan, penjual melakukan akad Istishna’ dengan pihak lain (subkontraktor) yang dapat memenuhi aset yang dipesan pemesan. Syaratnya akad stishna’ pertama (antara penjual dan pemesan) tidak bergantung pada Istishna kedua (antara penjual dan pemasok). Selain itu, akad antara pemesan dengan penjual dan akad antara penjual dan pemesan harus terpisah dan penjual tidak boleh mengakui adanya keuntungan selama konstruksi
Rukun dan Syarat Akad Istishna’
a. Penjual / penerima pesanan ( shani’)
b. Pembeli / pemesan (mustashni)
c. Barang (Mashnu’)
d. Harga (tsanan)
e. Ijab qabul (sighat)
f. Ijab qabul (sighat)
Syarat Akad Istishna Pada prinsipnya al- istishna’ adalah sama dengan as-salam Maka rukun dan syar istishna’ mengikuti rukun dan syarat as-salam.Hanya saja pada al-istishna’ pembayaran tidak dilakukan secara kontan dan tidak adanya penentuan waktu tertentu penyerahan
barang, tetapi tergantung selesainya barang pada umumnya. Misal : Memesan rumah, maka tidak bisa dipastikan kapan bangunannya selesai. Agar istishna menjadi sah, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut.
Barang (mashnu’)
Perincian barang yang sah untuk dijadikan objek istishnâ’ adalah sebagai berikut:
1. Jenis, misal berupa mobil, rumah, pesawat atau yang lain.
2. Tipe, misal berupa mobil kijang, rumah tipe RSS
3. Kualitas, bagaimana spesifikasi teknisnya dan hal lainnya.
4. Kuantitasnya, berupa jumlah unit.
Harga. Harga harus ditentukan berdasarkan aturan sebagai berikut:
1. Harus diketahui semua pihak.
2. Bisa dibayarkan sewaktu akad secara cicilan, atau ditangguhkan pada waktu tertentu pada masa yang akan datang
Berakhirnya Akad Istishna’
Kontrak istishna biasa berakhir berdasarkan kondisi kondisi berikut:
Dipenuhinya kewajiban secara normal oleh kedua belah piahk,
Persetujuan bersama kedua belah pihak untuk menghentikan kotrak
Pembatalan hokum kontrak ini jika muncul sebab yang masuk akal untuk mencegah dilaksanakannya kontrak atau penyelesaiannya, dan masing masing pihak bisa menuntut pembatalannya.
Dasar Hukum Akad Istishna
Al -Qur’an
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا
“Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. ”(Qs. Al Baqarah: 275)
Hadits
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي الثِّمَارِ السَّنَةَ وَالسَّنَتَيْنِ فَقَالَ مَنْ أَسْلَفَ فِي تَمْرٍ فَلْيُسْلِفْ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ
“ Dari Ibnu Abbas dia berkata, "Ketika Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tiba di Madinah, penduduk Madinah menjual buah-buahan dengan pembayaran di muka, sedangkan buah-buahan yang dijualnya dijanjikan mereka dalam tempo setahun atau dua tahun kemudian. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Siapa yang menjual kurma dengan akad as-salam, hendaklah dengan takaran tertentu, timbangan tertentu dan jangka waktu tertentu." (HR. Bukhari dan Muslim)
Perbedaan Istishna dengan salam
Jual beli istisna’ merupakan pengembangan dari jual beli salam, walaupun demikian antara keduanya memiliki berbagai perbedaan diantar keduanya yaitu sebagai berikut:
Objek transaksi dalam salam merupakan tanggungan dengan spesifikasi kualitas ataupun kualitas, sedang istishna berupa zat/barangnya.
Dalam kontrak salam adanya jangka waktu tertentu untuk menyerahkan barang pesanan, hal ini tidak berlaku dalam akad ishtisna.
Kontrak salam bersifat mengikat (lazim), sedangkan istishna, tidak bersifat mengikat (ghairu lazim).
Dalam kontrak salam persyaratan untuk menyerahkna modal atau pembayaran saat kontrak dilakukan dalam majelis kontrak, sedangkan dalam istishna dapat dibayar di muka, cicilan atau waktu mendatang sesuai dengan kesepakatan
Kesimpulan
Salam berasal dari kata As salaf yang artinya pendahuluan, karena pemesan barang menyerahkan uangnya dimuka. Akad salam transaksi jual beli barang dengan cara pemesan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran tunai terlebih dahulu secara penuh. Secara etimologi artinya pendahuluan, dn secara muamalah adalah penjualan suatu barang yang disebutkan sifat-sifatnya sebagai persyaratan jual beli dan barang yang dibeli masih dalam tanggungan penjual, dimana syaratnya ialah mendahulukan pembayaran pada waktu akad.
Sakam adalah akad jual beli barang pesanan antara pembeli dan penjual dengan pembayaran dilakukan dimuka pada saat akad dan pengiriman barang dilakukan saat akhir kontrak.
Istishna adalah akad bersama produsen untuk satu pekerjaan tertentu dalam tanggungan atau jual beli satu barang yang akan dibuat oleh produsen yang juga menyediakan barang bakunya, sedangkan jika barang bakunya dari pemesan maka transaksi itu menjadi akad jarah (sewa), pemesan hanya menerima jasa produsen untuk membuat barang.
WallahuA'lam