Ramadhan Bulan Pendidikan serta tarbiyyah
Ramadhan Bulan Pendidikan
Bulan Ramadhan
bulan mulia didalamnya ada Lailatul qodar (Malam seribu bulan) dibulan
ini Allah SWT. memberikan fasilitas menggiurkan untuk hambanya, dengan terbukanya
pintu-pintu surga bagi siapa saja yang datang dengan Iman dan Amal, baik Puasa,
Sholat malam, Tadarrus, Infaq, Sedekah, atau Ibadah lainnya, serta tertutupnya
pintu neraka bagi siapa yang menjauhi dosa-dosa.
Bulan Ramadhan adalah bulan Tarbiyyah (bulan pendidikan). Pada bulan
ini, Malaikat Jibril memberikan pendidikan pertama kepada Rasulullah untuk
melakukan aktivitas membaca. Termaktub dalam surat yang pertama turun, Al-Alaq
ayat 1 - 4.
إقـراء باسم ربّك الذي خـلق o
خلق الإنســان من عــلق o إقـراء وربّك الأكـــرم o
الّـذي عــلّم بالقـلم
Artinya : “Bacalah
dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, yang telah menciptakan kamu dari segumpal
darah, bacalah dan tuhanmu yang maha pemurah, yang telah mengajarkan kepadamu
melalui perantara Pena”.
Secara tersirat
makna membaca yang dimaksud adalah perintah untuk mempelajari, menelaah,
meneliti, berpikir (tafakur), mencari bukti-bukti, mencocokkan teori,
mempelajari seluruh objek yang ada di hadapan kita. Objeknya bisa diri sendiri,
lingkungan sekitar, dan alam semesta.
Sehingga
membaca dalam pengertian ini (belajar) menjadi wajib hukumnya bagi setiap kaum
Muslimin, sama wajibnya dengan ibadah mahdoh lainnya. Spirit membaca
yang dilakukan tidak boleh lepas dari kerangka Bi-ismi-Rabika (Dengan
nama Tuhanmu) sehingga hasil membaca itu ada pada jalur ridha Allah SWT.
Jika Ramadhan adalah bulan pendidikan. Kenapa kita tak
memanfaatkannya untuk merubah diri kita menjadi lebih baik dan kembali fitri?.
Berusaha dengan sepenuh hati mengisi hari-hari di bulan yang istimewa ini
dengan sesuatu yang bermakna hakiki, agar bisa mendapat Rahmat dari Ilahi
Robbi.
DR. Raghib As-Sirjani dalam kitabnya ‘Ramadhan wa Bina’ul Ummah’
mengatakan, ada beberapa sisi pendidikan dalam puasa Ramadhan.
Pertama, Ramadhan mendidik kaum muslimin untuk memenuhi
perintah-perintah Allah SWT secara totalitas. Karenanya, tidak pantas seorang
muslim jika selesai Ramadhan ketika mendengar salah satu hukum Allah SWT, atau
mengetahui salah satu hukum Rasulullah SAW, ia memperdebatkannya. Allah SWT mencintai hamba-hambaNya yang tunduk
kepada-Nya tanpa membantah dan menaati-Nya tanpa ada keraguan. Allah SWT
menegaskan dalam firman-Nya, ”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan
tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah
menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang
urusan mereka. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia
telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36).
Kedua, Ramadhan mendidik kaum muslimin agar menundukkan
syahwatnya. Ketika Ramadhan kaum muslimin dilarang melakukan hal-hal yang pada
hakikatnya halal bila dilakukan pada siang hari di selain Ramadhan. Seperti
makan, minum, dan berhubungan suami-istri. Karenanya, seseorang yang telah
mendapatkan pendidikan Ramadhan, maka ia akan lebih mampu untuk menahan diri
dari makanan dan minuman yang tidak jelas asal-usulnya, serta mampu untuk
menjaga diri dari pergaulan lawan jenis yang diharamkan. Puasa, pada hakikatnya
adalah memutus dominasi syahwat. Syahwat bisa kuat dengan makan dan minum, dan
setan selalu datang melalui pintu-pintu syahwat. Maka dengan berpuasa syahwat
dapat dipersempit geraknya.
Rasulullah SAW bersabda, ”Wahai para pemuda barangsiapa yang mampu untuk
menikah maka menikahlah, sesungguhnya nikah itu bisa menahan pandangan dan
menjaga kemaluan, dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa,
karena puasa itu sesungguhnya bisa mengendalikan syahwat.”
Ketiga, Ramadhan mendidik kaum muslimin
agar mengendalikan sifat terburu nafsu serta memiliki kesanggupan untuk menahan
amarah. Rasulullah SAW bersabda, Allah SWT berfirman, ”Setiap amal anak Adam
adalah untuknya kecuali puasa. Karena, sesungguhnya puasa adalah untuk-Ku dan
Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Maka, apabila salah seorang di
antara kalian sedang berpuasa, janganlah ia mengucapkan kata-kata kotor,
bersuara tidak pantas, dan tidak mau tahu. Lantas jika ada seseorang yang
menghinanya atau memeranginya (mengajaknya berkelahi), maka hendaklah ia mengatakan,
’Sesungguhnya aku sedang berpuasa, sesungguhnya aku sedang berpuasa.” (HR.
Bukhari Muslim).
Keempat, Ramadhan mendidik kaum muslimin
untuk senang berinfaq.
Ramadhan mampu membentuk jiwa orang yang berpuasa menjadi dermawan dengan
memberikan kebaikan kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda, ”Rasulullah
adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi di bulan
Ramadhan, yaitu ketika Jibril menemuinya. Jibril selalu menemuinya setiap malam
bulan Ramadhan, lalu memantau bacaan Al-Qur’an beliau. Pada saat ditemui
Jibril, Rasulullah lebih dermawan dengan penuh kebaikan (lebih cepat) daripada
angin yang ditiupkan.” (HR. Bukhari Muslim).
Kelima, Ramadhan mendidik kaum muslimin
agar memiliki rasa persatuan, persaudaraan, dan kasih sayang. Segenap kaum
muslimin di seluruh penjuru dunia akan berpuasa pada hari yang sama dan berbuka
pada hari yang sama pula. Ramadhan tidak membedakan antara yang kaya dan
miskin, penguasa dan rakyat biasa.
Keenam, Ramadhan mendidik kaum muslimin
merasakan penderitaan dan kesulitan orang lain. Kaum muslimin merasakan
penderitaan lapar dan dahaga untuk waktu tertentu pada siang Ramadhan. Ia
merasa lapar dan menderita seperti yang sering dirasakan fakir miskin atau
seperti yang dikatakan Ibnu Qayyim, ”Puasa dapat mengingatkan bagaimana rasanya
perut keroncongan dan dahaga yang membakar dan sering dirasakan para fakir
miskin”. Sehingga, di saat ia melihat orang lain serba kekurangan, maka
tersentuhlah hatinya untuk berbagi kepada mereka.
Ketujuh,
Ramadhan mendidik ketaqwaan
dalam hati kaum muslimin. Sebab, tujuan yang ingin dicapai dari ibadah puasa
adalah untuk membentuk pribadi-pribadi yang bertakwa, yakni pribadi yang mampu
menghadirkan Allah SWT dalam setiap aktivitas dan perilakunya.
Setelah sebulan penuh dididik Ramadhan, ilmu pun didapat, maka langkah
selanjutnya adalah mengamalkannya di sebelas bulan berikutnya. Islam
menginginkan orang yang berilmu mengamalkan ilmunya demi kebaikan diri dan
orang lain. Ilmu pada seseorang ibarat sebatang pohon dan amal sebagai buahnya.
Perintah belajar dan menuntut ilmu bertujuan meningkatkan kuantitas dan
kualitas amal muslim. Dengan amal itu pula, muslim memperoleh kebahagiaan di
dunia dan selamat di akhirat.
Karenanya,
hakikat dari belajar atau menuntut ilmu adalah perubahan, dari yang tidak tahu
menjadi tahu, dan setelah mengetahui kemudian mengamalkannya. Sedangkan manusia
yang tidak mampu lagi berubah (setelah belajar/menuntut ilmu) sejatinya ia
telah mati. Oleh karena itu, jadilah manusia pembelajar, karena dengan belajar
berarti akan ada perubahan, perubahan adalah keniscayaan, karena orang yang
cerdas adalah orang yang jeli untuk mengetahui dan mengakui kelemahan dirinya.
Dari kesadaran tersebut, ia perbaiki dirinya agar selanjutnya ia dapat
melakukan yang terbaik dalam hidup ini. Wallahu A’lam