Hukum Bank ASI dan Bank Sperma
Hukum Bank ASI dan SPERMA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Air
Susu Ibu (ASI) merupakan makanan yang terbaik bagi bayi, karena pengolahannya
telah berjalan secara alami dalam tubuh si ibu. Sebelum anak lahir, makanannya
telah disiapkan lebih dahulu, sehingga begitu anak itu lahir, air susu ibu
telah siap untuk dimanfaatkan. Demikian kasih sayang Allah terhadap
makhluk-Nya. Namun demikian ada banyak kaum ibu pada saat ini yang tidak dapat memberikan
ASI kepada anaknya dengan berbagai alasan seperti ASI-nya tidak keluar, alasan
kesehatan serta karena waktunya tersita untuk bekerja, maka muncullah gagasan
untuk mendirikan Bank ASI untuk memenuhi kebutuhan ASI balita yang ibunya tidak
bisa menyusui anaknya secara langsung.
Gagasan
untuk mendirikan bank ASI ini sebenarnya telah berkembang di Eropa kira-kira
lima puluh tahun yang lalu. Gagasan itu muncul setelah adanya bank darah.
Mereka melakukannya dengan mengumpulkan ASI dari wanita dan membelinya kemudian
ASI tersebut dicampur di dalam satu tempat untuk menunggu orang yang membeli
ASI tersebut dari mereka.
Hooker
dalam buku Islam Madzhab Indonesia : Fatwa-fatwa dan Perubahan Sosial (2003 :
254) menyatakan bahwa pada awal 1970-an rumah sakit Jakarta mendirikan bank air
susu manusia dimana ibu-ibu yang mempunyai kelebihan air susu dapat memberikan
kelebihan itu dan menyimpannya untuk bayi-bayi yang ibunya kekurangan air susu.
Sejumlah ulama mempertanyakan perbuatan itu atas dasar bahwa perbuatan tersebut
sama dengan rada'ah, yakni menyusui dengan tujuan membantu perkembangan
jiwa anak. Anak yang memperoleh air susu semacam itu, dalam pandangan hukum
disebut saudara sesusu, yakni anak yang menyusui dari wanita yang sama sebagai
pendonor untuk anak tersebut. Kedua anak tersebut tidak dapat menikah. Lebih
jauh lagi, jika pendonor itu tidak diketahui maka kemungkinan terjadinya
pergaulan yang melanggar susila atau hubungan seksual sesama saudara pasti ada.
Selanjutnya
perlu diketahui bahwa tujuan perkawinan, diantaranya adalah untuk melanjutkan
keturunan dan menentramkan jiwa. Namun demikian kadang-kadang keturunan tidak
diperoleh karena adakalanya si suami mandul (tidak subur), sedang suami istri
menginginkan anak, sehingga tidak tercipta suasana jiwa keluarga yang tenang
dan tenteram, karena tidak ada anak sebagai penghibur hati. Berdasarkan keadaan
tersebut ada orang yang berupaya untuk mendapatkan anak dengan jalan mengangkat
atau memungut anak, melakukan inseminasi sperma, dan adakalanya dengan jalan
menerima sperma dari donor yang telah tersimpan pada Bank Sperma.
Daniel
Rumondor memberikan isyarat bahwa inseminani buatan agaknya di ilhami oleh
keberhasilan syaikh-syaikh Arab memperanakkan kuda sejak tahun 1322. Begitu
juga karena Rusia sangat mencemaskan akibat dari perang atom, maka Stalin
menyetujui pendapat yang dilontarkan oleh Prof. Dr. I. I. Kuperin untuk
mendirikan Bank Ayah atau Bank Sperma. Bahkan pada tahun 1968 Khruschov, dengan
adanya Bank Sperma itu, ingin mengumpulkan sperma orang-orang yang jenius dalam
lapangan ilmu pengetahuan, peperangan, sastra dan lain-lain yang akan
dikembangbiakkan kepada gadis-gadis yang sehat, cantik, serta ber-IQ tinggi
agar nantinya terbentuk generasi yang jenius. Bank sperma didirikan untuk
memenuhi keperluan orang yang menginginkan anak, tetapi dengan berbagai sebab,
sperma suami tidak mungkin dibuahkan dengan sel telur (ovum) si isteri.
Dengan demikian, atas kesepakatan suami isteri, dicarikan donor sperma.
Berdasarkan hal di atas maka makalah
ini akan membahas tentang hukum bank ASI dan bank sperma.
2.
Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan mengusung beberapa tujuan di
bawah ini :
1. Apa
yang dimaksud dengan bank ASI ?;
2. Untuk
mengetahui bank ASI dengan radla'ah?;
3. Untuk
mengetahui bagaimana hukum pendirian bank ASI dilihat dari sudut pandang Islam ?;
4. Untuk
mengetahui bagaimana pendapat Ulama Kontemporer tentang bank ASI;
5. Untuk
mengetahui apa yang yang dimaksud dengan bank sperma ?;
6. Untuk
mengetahui hubungan bank sperma;
7. Untuk
mengetahui bagaimana hukum bank sperma dilihat dari sudut pandang Syariat
Islam.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Bank
Air Susu Ibu (ASI)
a.
Pengertian Bank ASI
Bank ASI merupakan tempat penyimpanan dan
penyalur ASI dari donor ASI yang kemudian akan diberikan kepada ibu-ibu yang
tidak bisa memberikan ASI sendiri ke bayinya. Ibu yang sehat dan memiliki
kelebihan produksi ASI bisa menjadi pendonor ASI. ASI biasanya disimpan di
dalam plastik atau wadah, yang didinginkan dalam lemari es agar tidak tercemar
oleh bakteri.
Kesulitan para ibu memberikan ASI
untuk anaknya menjadi salah satu pertimbangan mengapa bank ASI perlu didirikan,
terutama di saat krisis seperti pada saat bencana yang sering membuat ibu-ibu
menyusui stres dan tidak bisa memberikan ASI pada anaknya.
Semua ibu donor diskrining dengan hati-hati. Ibu donor harus
memenuhi syarat, yaitu non-perokok, tidak minum obat dan alkohol, dalam
kesehatan yang baik dan memiliki kelebihan ASI. Selain itu, ibu donor harus
memiliki tes darah negatif untuk Hepatitis B dan C, HIV 1 dan 2, serta HTLV 1
dan 2, memiliki kekebalan terhadap rubella dan sifilis negatif. Juga tidak
memiliki riwayat penyakit TBC aktif, herpes atau kondisi
kesehatan kronis lain seperti multiple sclerosis atau riwayat kanker.
Berapa
lama ASI dapat bertahan sesuai dengan suhu ruangannya:
1.
Suhu 19-25 derajat celsius ASI dapat
tahan 4-8 jam.
2.
Suhu 0-4 derajat celsius ASI tahan
1-2 hari
3.
Suhu dalam freezer khusus bisa tahan
3-4 bulan.
1.
Kaitan Bank ASI dengan Rada'ah
Pengertian
ar-Radha'
Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ar
-radha' atau susuan. Menurut Hanafiyah bahwa ar-Radha' adalah
seorang bayi yang menghisap puting payudara seorang perempuan pada waktu
tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa ar-Radha' adalah masuknya
susu manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai gizi. As-Syafi'iyah
mengatakan ar-Radha' adalah sampainya susu seorang perempuan ke dalam
perut seorang bayi. Al-Hanabilah mengatakan ar-Radha' adalah seorang
bayi di bawah dua tahun yang menghisap puting payudara perempuan yang muncul
akibat kehamilan, atau meminum susu tersebut atau sejenisnya. (Ibnu Nujaim,
al Bahru ar Raiq: 3/221, Ibnu Arafah, Syarhu Hudud: 1/316, al Muthi'i, Takmilah
al Majmu': 19/309, al Bahuti, Syarhu Muntaha al Iradat: 4/ 1424).
Batasan
Umur
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan batasan umur
ketika orang menyusui yang bisa menyebabkan kemahraman. Mayoritas ulama
mengatakan bahwa batasannya adalah jika seorang bayi berumur dua tahun ke
bawah. Dalilnya adalah firman Allah swt:
“Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah
Karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka
tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan. (QS. 2 [al - Baqarah] : 233)
Hadist Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
فَإِنَّمَاالرَّضَاعَةُمِنْ
الْمَجَاعَةِ
(رواه
مسلم
"Sesungguhnya persusuan (yang
menjadikan seseorang mahram) terjadi karena lapar" (HR Bukhari dan Muslim)
Jumlah
Susuan
Madzhab Syafi'i dan Hanbali mengatakan bahwa susuan yang
mengharamkan adalah jika telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini
berdasarkan hadits Aisyah ra, bahwasanya beliau berkata:
"Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat
menyebabkan menjadi mahram ialah sepuluh kali penyusuan, kemudian hal itu
dinasakh (dihapus) dengan lima kali penyusuan saja. Lalu Rasulullah saw wafat,
dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca seperti itu." (HR Muslim)
Kapan seorang bayi menyusui dan dianggap sebagai satu
susuan? Yaitu jika dia menyusui, setelah kenyang dia melepas susuan tersebut
menurut kemauannya. Jika dia menyusu lagi setelah satu atau dua jam, maka
terhitung dua kali susuan dan seterusnya sampai lima kali menyusu. Kalau si
bayi berhenti untuk bernafas, atau menoleh kemudian menyusu lagi, maka hal itu
dihitung satu kali susuan saja. (Sidiq Hassan Khan, Raudhatu an Nadiyah,
2/174)
Cara Menyusu
Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara menyusu yang
bisa mengharamkan. Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang penting adalah
sampainya air susu tersebut ke dalam perut bayi, sehingga membentuk daging dan
tulang, baik dengan cara menghisap puting payudara dari perempuan langsung,
ataupun dengan cara as-su'uth (memasukkan susu ke lubang hidungnya),
atau dengan cara al-wujur (menuangkannya langsung ke tenggorakannya), atau
dengan cara yang lain. Sebagaimana Riwayat Abu Daud dan Daar Kuthny dari Ibnu
Mas'ud bahwasannya Rasulullah Saw. Bersabda,
لاَرَضَاعَ اِلاَّمَاانْشَزَالْعُظْمَ
وَانْبَتَ ا للَّحْمَ
“Tidak ada penyusuan kecuali yang
membesarkan tulang dan menumbuhkan daging. (HR. Abu Dawud)
Adapun Madzhab Dhahiriyah mengatakan bahwa persusuan yang
mengharamkan hanyalah dengan cara seorang bayi menghisap puting payudara
perempuan secara langsung. Selain itu, maka tidak dianggap susuan yang
mengharamkan. Mereka berpegang kepada pengertian secara lahir dari kata
menyusui yang terdapat di dalam firman Allah swt:
“Diharamkan atas kamu (mengawini)
ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan,
Saudara-saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-saudara ibumu yang perempuan;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan
dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu
mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali
yang Telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. (QS. 4 [an – Nisa]: 23).
·
Hukum Jual Beli Asi
Air Susu Ibu (ASI) adalah bagian yang mengalir dari anggota tubuh
manusia, dan tidak diragukan lagi itu merupakan karunia Allah bagi manusia
dimana dengan adanya ASI tersebut seorang bayi dapat memperoleh gizi. ASI
tersebut merupakan sesuatu hal yang urgen di dalam kehidupan bayi. Karena
pentingnya ASI tersebut untuk pertumbuhan maka sebagian orang memenuhi
kebutuhan tersebut dengan membeli ASI pada orang lain. Jual beli ASI manusia
itu sendiri di dalam fiqih Islam merupakan cabang hukum yang para ulama berbeda
pendapat di dalamnya. Ada dua pendapat ulama tentang hal tersebut.
Pertama, tidak boleh menjualnya. Ini
merupakan pendapat ulama madzhab Hanafi kecuali Abu Yusuf, salah satu pendapat
yang lemah pada madzhab Syafi'i dan merupakan pendapat sebagian ulama Hanbali.
Kedua, pendapat yang mengatakan dibolehkan
jual beli ASI manusia. Ini merupakan pendapat Abu Yusuf (pada susu seorang
budak), Maliki dan Syafi'i, Khirqi dari madzhab Hanbali, Ibnu Hamid, dikuatkan
juga oleh Ibnu Qudamah dan juga madzhab Ibnu Hazm.
2. Sebab Timbulnya Ikhtilaf
Menurut Ibn Rusyd, sebab timbulnya perselisihan pendapat
ulama di dalam hal tersebut adalah pada boleh tidaknya menjual ASI manusia yang
telah diperah. Karena proses pengambilan ASI tersebut melalui perahan. Imam
Malik dan Imam Syafi'i membolehkannya, sedangkan Abu Hanifah tidak
membolehkannya. Alasan mereka yang membolehkannya adalah karena ASI itu halal
untuk diminum maka boleh menjualnya seperti susu sapi dan sejenisnya. Sedangkan
Abu Hanifah memandang bahwa hukum asal dari ASI itu sendiri adalah haram karena
dia disamakan seperti daging manusia. Maka karena daging manusia tidak boleh
memakannya maka tidak boleh menjualnya, adapun ASI itu dihalalkan karena
dharurah bagi bayi, sebagaimana qawaid fiqih :
اَلضَّرُوْرَةُ تُبِيْحُ
الْمَحْظُوْرَاتِ
“Darurat itu bisa membolehkan yang
dilarang”.
3. Dalil Pendapat yang
Tidak Membolehkan Jual Beli ASI
Masalah boleh tidaknya menjual susu manusia (ASI) telah
menimbulkan perdebatan yang panjang antara yang membolehkan dengan yang tidak
membolehkan yang didasari argumen logika, berikut petikannya :
Menurut pihak pertama (yang melarang) ASI manusia bukanlah
harta benda maka tidak boleh menjualnya, dan dalil bahwasannya ASI tersebut
bukan harta benda adalah tidak dibolehkan bagi kita mengambil manfaat (Intifa')
dengan ASI tersebut. ASI tersebut dibolehkan karena dharurat saja kepada anak
bayi karena mereka tidak bisa memperoleh gizi dengan cara lain, dan apa yang
tidak dibolehkan mengambil manfaat kecuali dharurah tidaklah dianggap
bagian harta seperti babi dan narkotika. Selain itu ASI tersebut juga tidak
dijual di pasar karena tidak dianggap bagian dari harta.
Pendapat ini ditentang oleh pihak kedua (yang membolehkan).
Mereka mengatakan bahwa, ASI itu suci dan bisa diambil manfaat sehingga boleh
menjualnya seperti susu kambing. Adapun sebab tidak dijualnya ASI tersebut di
pasaran bukanlah landasan barang tersebut tidak boleh dijual karena ada juga
barang yang tidak ada di pasaran dan boleh jual beli barang tersebut.
Kelompok pertama juga beralasan bahwa ASI merupakan bagian
dari manusia,dan manusia beserta seluruh organnya adalah terhormat maka menjual
jual beli ASI tadi dapat menjatuhkan derajat kemuliaan manusia.
Pernyataan itu ditentang oleh pihak kedua. Ibnu Qudamah
berkata bahwa seluruh tubuh manusia dapat dijual seperti bolehnya menjual
budak. Sedangkan yang tidak boleh menjualnya adalah orang merdeka dan
diharamkan pula menjual anggota tubuh yang sudah terpotong karena tidak
bermanfaat.
Qiyas dari kelompok pertama menentang bantahan tersebut,
beliau berkata bahwa manusia tidak halal kecuali budak dan budak tidak halal
kecuali hidup sedangkan ASI itu bukanlah sesuatu yang hidup maka tidak boleh
dujual.
Pendapat kelompok pertama mengatakan bahwa susu manusia itu
adalah restan (sisa) dari manusia maka tidak boleh menjualnya seperti air mata,
keringat dan ingus.
Pendapat ini ditentang dengan mengatakan bahwa mengqiyaskan
ASI dengan keringat adalah tidak tepat karena keringat, ingus dan air mata
tidak bermanfaat. Hal ini seperti keringat kambing yang tidak boleh kita
menjualnya, sedangkan susunya tetap boleh.
Selanjutnya kelompok pertama mengatakan bahwa daging manusia
tidak boleh untuk dimakan maka tidak boleh menjual ASI-nya seperti susu keledai
betina. Daging keledainya tidak bisa dimakan maka susunya juga haram.
Pendapat ini ditolak oleh pihak kedua, mereka kembali
mengatakan bahwa ini adalah qiyas yang tidak sesuai karena ASI manusia suci
sedangkan susu keledai najis.
Kelompok pertama kembali beralasan bahwasannya dengan adanya
proses menyusui tadi, maka diharamkan bagi kita untuk menikahi saudara sesusu
dan ibu susu. Maka pada proses jual beli ASI ini akan membuka peluang
terjadinya perkawinan yang tidak dibenarkan secara syariat karena ASI tadi
dicampur sehinnga kita tidak mengetahui ASI siapa saja yang diminum oleh bayi.
4. Dalil Pendapat yang
Membolehkan Menjual ASI
Golongan kedua yang membolehkan menjual ASI berpegang kepada
al-Quran, Hadits dan logika.
Dalil al-Quran yaitu firman Allah pada surat 2 [al-Baqarah]
ayat 275 yaitu :
“Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri
melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan)
penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka
Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang
Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil
riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di
dalamnya. (QS. 2 [al-Baqarah]:275)
Ayat tersebut menurut Ibnu Hazm mengisyaratkan bahwa seorang
wanita memerah ASI-nya dan mengumpulkannya di dalam suatu bejana kemudian
diminumkan pada bayi dan ASI ini adalah milik wanita tersebut yang diberikan
kepada bayi, maka sesuai landasan hukum, apa saja yang kepemilikannya boleh
berpindah kepada orang lain maka boleh dilakukan jual beli.
Sedangkan di dalam hadits juga terdapat suatu dalil yang
diriwayatkan oleh Bukhari dan Abu Dawud “
Daud dari Ibn Abbas, beliau berkata, aku melihat
Rasulullah duduk di suatu sudut maka beliau mengangkat pandangan ke langit
kemudian tersenyum lalu bersabda, "Allah swt. Melaknat golongan yahudi
karena tiga perkara. Sesungguhnya Allah mengharamkan kepada mereka lemak namun
mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya, dan Allah jika mengharamkan
suatu kaum untuk memakan sesuatu maka Allah mengharamkan pula memakan harta
yang diperoleh darinya (HR Bukhari dan Abu Dawud).
Mawardi berkata bahwa apa yang tidak diharamkan memakannya
maka tidak diharamkan memakan hasil penjualannya, oleh karena itu ASI manusia
boleh dimakan maka otomatis boleh dijual maka tidaklah haram hasil
penjualannya.
Pendapat ini ditentang oleh kelompok pertama. Mereka
mengatakan bahwa ASI manusia juga dilarang meminumnya, tetapi karena dharurah
dibolehkan. Buktinya, jika seorang bayi telah kuat dengan tidak meminum ASI
maka tidak boleh lagi ia meminumnya. Mengambil manfaat dari ASI juga haram. ASI
juga tidak dianggap barang yang berharga, dia sama seperti bangkai, yang
menjadi gizi hanya ketika darurat saja, dan bukanlah suatu harta yang
diperbolehkan menjualnya. Kemudian mereka juga mengatakan bahwa setiap yang
suci itu belum tentu dapat dijual. Seperti air, ia tidak boleh dijual kecuali
sudah kita olah dan jaga.
Golongan kedua mengatakan bahwa ASI itu adalah gizi bagi
manusia maka boleh dijual seperti beras.
Abu Yusuf mengatakan bahwa boleh menjual ASI dari budak
karena budak itu-pun sah untuk dilakukan akad jual beli maka ASI yang merupakan
bagiannya pun sah untuk dijual beli.
b.
Hukum Mendirikan Bank ASI
Setelah kita memperhatikan pembahasan yang lalu, dimana kita
menganggap bahwa pendapat yang lebih kuat yaitu pendapat yang tidak membolehkan
menjual ASI. Maka dengan sendirinya kita dapat mengatakan bahwa mendirikan bank
yang mengumpulkan ASI wanita ke dalam satu wadah yang dicampur antara satu
dengan lainnya adalah haram. Ini dikarenakan ASI tersebut berasal dari anggota
tubuh manusia dan manusia beserta seluruh tubuhnya dimuliakan maka tidak boleh
menjadikan bagian tubuhnya itu sebagai barang jual beli.
Selain itu kita juga melihat efek yang buruk dari pendirian
bank ASI ini, karena akan membawa bahaya kepada kita semua, mulai dari bahaya
fisik atau rusaknya hubungan darah antara manusia yang dikarenakan bank susu
tersebut tidak bisa mengontrol sejauh mana pembelian dan penjualan susu
tersebut.
Karlany berkata bahwa di dalam pembolehan menjual ASI itu ada
kemunkaran karena bisa menimbulkan rusaknya pernikahan yang disebabkan kawinnya
orang sesusuan dan hal tersebut tidak dapat diketahui jika antara lelaki dan
wanita meminum ASI yang dijual bank ASI tersebut. Namun, ada juga yang
berpendapat bahwa menjual ASI tersebut membawa manfaat bagi manusia yaitu
tercukupinya gizi bagi bayi karena kita melihat bahwa banyak bayi yang tidak
memperoleh ASI yang cukup baik karena kesibukan sang ibu ataupun karena
penyakit yang diderita ibu tersebut. Tetapi pendapat tersebut dapat ditolak
karena kemudaratan yang ditimbulkan lebih besar dari manfaatnya yaitu
terjadinya percampuran nasab. Padahal Islam menganjurkan kepada manusia untuk
selalu menjaga nasabnya. Kaidah ushul juga menyebutkan bahwa :
دَفْعُ الضَّرَارِ اَوْلَى مِنْ
جَلْبِ الْمَصَالِحِ
“Menolak kemadharatan lebih utama
dari pada menarik kemaslahatan”.
Ibnu Sayuti di dalam kitab Asybah Wa Nadhaair
menyebutkan bahwa di dalam kaidah disebutkan bahwa diantara prinsip dasar Islam
adalah :
اَلضَّرَارُ لاَ يُزَالُ بِالضَّرَارِ
“Kemudaratan itu tidak dapat
dihilangkan dengan kemudaratan lagi”.
Hal ini jelas, karena akan menambah masalah. Kaitannya
dengan pembahasan kita yaitu, ketiadaan ASI bagi seorang bayi adalah suatu
kemudaratan, maka memberi bayi dengan ASI yang dijual di bank ASI adalah
kemudaratan pula. Maka apa yang tersisa dari bertemunya kemudaratan kecuali
kemudaratan. Karena Fiqih bukanlah pelajaran fisika dimana bila bertemu dua
kutub yang sama akan menghasilkan hasil yang berbeda. Maka penulis sependapat
dengan perkataan Ibn Karlany yang mengatakan bahwa hendaknya kita melihat mana
yang lebih besar manfaatnya daripada kerusakannya.
c.
Sebagian Ulama Kontemporer
Membolehkan Bank ASI.
Sebagian ulama kontemporer membolehkan pendirian bank ASI
ini, diantara mereka adalah Dr. Yusuf al-Qardhawi. Mereka beralasan :
1. Bahwa
kata kata radha'(menyusui) di dalam bahasa Arab bermakna menghisap
puting payudara dan meminum ASI-nya. Maka oleh karena itu meminum ASI bukan
melalui menghisap payudara tidak disebut menyusui, maka efek dari penyusuan
model ini tidak membawa pengaruh apa-apa di dalam hukum nasab nantinya.
3. Yang
menimbulkan adanya saudara sesusu adalah sifat "keibuan", yang
ditegaskan Al-Qur'an itu tidak terbentuk semata-mata diambilkan air susunya,
tetapi karena menghisap teteknya dan selalu lekat padanya sehingga melahirkan
kasih sayang si ibu dan ketergantungan si anak. Dari keibuan ini maka muncullah
persaudaraan sepersusuan. Jadi, keibuan ini merupakan asal (pokok), sedangkan
yang lain mengikutinya.
4. Alasan
yang dikemukakan oleh beberapa madzhab dimana mereka memberi ketentuan berapa
kali penyusuan terhadap seseorang sehingga antara bayi dan ibu susu memilki
ikatan yang diharamkan nikah, mereka mengatakan bahwa jika si bayi hanya
menyusu kurang dari lima kali susuan maka tidaklah membawa pengaruh di dalam
hubungan darah.
Setelah memperhatikan berbagai pendapat yang disampaikan
oleh para ulama, penulis memiliki pandangan bahwa adanya larangan terhadap
pendirian bank ASI adalah disebabkan oleh kekhawatiran akan terjadinya
kekacauan nasab sehingga bisa menimbulkan hal yang dilarang yaitu pernikahan
dengan saudara sesusu. Dengan demikian jika hal ini dapat dihindarkan misal
dengan mengadakan persyaratan yang ketat, serta pendataan yang mendetail
sehingga yang membeli ASI mengetahui ASI-nya berasal dari siapa, maka hukumnya
boleh.
B.
Bank Sperma
a.
Pengertian Bank Sperma
Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu
di bekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan
fertilitas sperma. Dalam bahasa medis bisa disebut juga Cryiobanking. Cryiobanking
adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di
kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan
dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk
jangka waktu tertentu.
Hal ini dapat dilakukan pada suhu yang relatif rendah.
Teknik yang paling sering digunakan dan terbukti berhasil saat ini adalah
metode Controlled Rate Freezing, dengan menggunakan gliserol dan egg
yolk sebagai cryoprotectant untuk mempertahankan integritas membran
sel selama proses pendinginan dan pencairan. Teknik cryobanking terhadap
sperma manusia telah memungkinkan adanya keberadaan donor semen, terutama untuk
pasangan-pasangan infertil. Tentu saja, semen-semen yang akan didonorkan perlu
menjalani serangkaian pemeriksaan, baik dari segi kualitas sperma maupun dari
segi pendonor seperti adanya kelainan-kelainan genetik.
Dengan adanya cryobanking ini, semen dapat disimpan
dalam jangka waktu lama, bahkan lebih dari 6 bulan (dengan tes berkala terhadap
HIV dan penyakit menular seksual lainnya selama penyimpanan). Kualitas sperma
yang telah disimpan dalam bank sperma juga sama dengan sperma yang baru,
sehingga memungkinkan untuk proses ovulasi.
Selain digunakan untuk sperma-sperma yang berasal dari
donor, bank sperma juga dapat dipergunakan oleh para suami yang produksi
spermanya sedikit atau bahkan akan terganggu. Hal ini dimungkinkan karena
derajat cryosurvival dari sperma yang disimpan tidak ditentukan oleh kualitas
sperma melainkan lebih pada proses penyimpanannya.
Telah disebutkan diatas, bank sperma dapat dipergunakan oleh
mereka yang produksi spermanya akan terganggu. Maksudnya adalah pada mereka
yang akan menjalani vasektomi atau tindakan medis lain yang dapat menurunkan
fungsi reproduksi seseorang. Dengan bank sperma, semen dapat dibekukan dan
disimpan sebelum vasektomi untuk mempertahankan fertilitas sperma.
Bank sperma sebenarnya telah berdiri beberapa tahun yang
lalu, pada tahun 1980 di Escondido California yang didirikan oleh Robert
Graham, si kakek berumur 73 tahun, juga di Eropa, dan di Guangdong Selatan
China, yang merupakan satu di antara lima bank sperma besar di China, Sementara
itu, Bank pusat sel embrio di Shanghai, bank besar lain dari lima bank besar di
China, meluncurkan layanan baru yang mendorong kaum lelaki untuk menabung
spermanya, demikian laporan kantor berita Xinhua. Bank tersebut menawarkan
layanan penyimpanan sperma bagi kaum lelaki muda yang tidak berencana untuk punya
keturunan, namun mereka takut kalau nanti mereka tidak akan menghasilkan semen
yang cukup secara jumlah dan kualitas, ketika mereka berencana untuk memiliki
keluarga.
Latar belakang munculnya bank sperma antara lain adalah
sebagai berikut:
1.
Keinginan memperoleh atau menolong
untuk memperoleh keturunan pada seorang pasangan suami istri yang tidak
mempunyai anak.
2.
Memperoleh generasi jenius atau
orang super.
3.
Menghindarkan kepunahan manusia
4.
Memilih suatu jenis kelamin
5.
Mengembangkan kemajuan teknologi
terutama dalam bidang kedokteran.
Menurut Werner (2008), Beberapa alasan seseorang akhirnya
memutuskan untuk menyimpan spermanya pada cryobanking, antara lain:
1.
Seseorang akan menjalani beberapa
pengobatan terus menerus yang dapat mengurangi produksi dan kualitas sperma.
Beberapa contoh obat tersebut adalah sulfasalazine, methotrexate.
2.
Seseorang memiliki kondisi medis
yang dapat mempengaruhi kemampuan orang tersebut untuk ejakulasi (misal:
sklerosis multipel, diabetes).
3.
Seseorang akan menjalani perawatan
penyakit kanker yang mungkin akan mengurangi atau merusak produksi dan kualitas
sperma (misal: kemoterapi, radiasi).
4.
Seseorang akan memasuki daerah kerja
yang berbahaya yang memungkinkan orang tersebut terpapar racun reproduktif.
5.
Seseorang akan menjalani beberapa
prosedur yang dapat mempengaruhi kondisi testis, prostat, atau kemampuan
ejakulasinya (misal: operasi usus besar, pembedahan nodus limpha, operasi
prostat).
6.
Seseorang akan menjalani vasektomi.
Adapun beberapa salah satu Tujuan diadakan bank sperma
adalah semata-mata untuk membantu pasangan suami isteri yang sulit memperoleh
keturunan dan menghindarkan dari kepunahan sama halnya dengan latarbelakang
munculnya bank sperma seperti yang telah dijelaskan diatas.
Tentang proses pelaksanaan sperma yang akan di ambil atau di
beli dari bank sperma untuk dimasukkan ke dalam alat kelamin perempun (ovum)
agar bisa hamil disebut dengan inseminasi buatan yaitu suatu cara atau teknik
memperoleh kehamilan tanpa melalui persetubuhan. Pertama setelah sel telur dan
sperma di dapat atau telah di beli dari bank sperma yang telah dilakukan
pencucian sperma dengan tujuan memisahkan sperma yang motil dengan sperma yang
tidak motil/mati. Sesudah itu antara sel telur dan sperma dipertemukan. Jika
dengan teknik in vitro, kedua calon bibit tersebut dipertemukan dalam cawan
petri, tetapi teknik TAGIT sperma langsung disemprotkan kedalam rahim. Untuk
menghindari kemungkinan kegagalan, penenaman bibit biasanya lebih dari satu.
Embrio yang tersisa kemudian disimpan beku atau dibuang.
b.
Hubungan Bank Sperma dan Perkawinan
Perkawinan di dalam Islam merupakan suatu institusi yang
mulia. Ia adalah ikatan yang menghubungkan seorang lelaki dengan seorang
perempuan sebagai suami isteri. Hasil dari akad yang berlaku, kedua suami dan
isteri mempunyai hubungan yang sah dan kemaluan keduanya adalah halal untuk
satu sama lain. Sebab itulah akad perkawinan ini dikatakan sebagai satu akad
untuk menghalalkan persetubuhan di antara seorang lelaki dengan wanita, yang
sebelumnya diharamka.
“Dihalalkan bagi kamu pada malam
hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu; mereka adalah Pakaian
bagimu, dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya
kamu tidak dapat menahan nafsumu, Karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi
ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang Telah
ditetapkan Allah untukmu,…”
(QS. 2 [al-Baqarah] : 187)
Namun, hubungan perkawinan yang wujud ini bukanlah
semata-mata untuk mendapatkan kepuasan seks, tetapi merupakan satu kedudukan
untuk melestarikan keturunan manusia secara sah atau sebagai wahana hifdhun
nasl. Karena itulah kehadiran anak merupakan hal yang didambakan oleh orang
tua sebagai generasi penerus dari keluarganya.
Dalam Islam perkawinan merupakan hal yang penting, mengingat
dari perkawinan ini akan menentukan hukum yang lain yang muncul dari sebab
nasab, seperti perwalian, warits dan lain-lain.
Namun demikian tidak semua pasangan memiliki kemudahan dalam
mendapat keturunan, tetapi ada sebagian mereka yang sulit mendapat keturunan
yang disebabkan oleh kurangnya kesuburan, mengidap suatu penyakit atau alasan
lain. Maka mucullah gagasan mendirikan bank sperma.
Kehadiran bank sperma merupakan peluang bagi pasangan yang
sulit untuk mendapatkan keturunan untuk memiliki keturunan melalui jalan lain,
yaitu membeli sperma dan diinseminasikan ke dalam rahim isteri. Hal itu bisa
dilakukan dengan mudah di zaman yang sudah maju seperti sekarang ini.
c.
Hukum Bank Sperma dan Pendapat Para
Ulama
Bank sperma merupakan tempat penyimpanan sperma yang diambil
dari pendonor, yang perlu dinyatakan untuk menentukan hukum tentang bank sperma
adalah, tahap pertama cara pengambilan atau mengeluarkan sperma
dari si pendonor, yaitu dengan cara masturbasi (onani).
Persoalan dalam hukum Islam adalah bagaimana hukum onani
tersebut dalam kaitan dengan pelaksanaan pengumpulan sperma di bank sperma dan
inseminasi buatan ?. Secara umum islam memandang melakukan onani merupakan
tergolong perbuatan yang tidak etis. Mengenai masalah hukum onani fuqaha
berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan secara mutlak dan ada yang mengharamkan
pada suatu hal-hal tertentu, ada yang mewajibkan juga pada hal-hal tertentu,
dan ada pula yang menghukumi makruh. Sayyid Sabiq mengatakan bahwa Malikiyah,
Syafi`iyah, dan Zaidiyah menghukumi haram. Alasan yang dikemukakan adalah bahwa
Allah SWT memerintahkan menjaga kemaluan dalam segala keadaan kecuali kepada isteri
dan budak yang dimilikinya. Sebagaimana dalam surat 23 [al-Mu'minun] ayat 5-7 :
“ Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, Kecuali terhadap
isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; Maka Sesungguhnya mereka
dalam hal Ini tiada terceIa. Barangsiapa mencari yang di balik itu[995]
Maka mereka Itulah orang-orang yang melampaui batas”. ( QS. 23 [al-Mu'minun] :
5 -7)
Hanabilah
berpendapat bahwa onani memang haram, tetapi kalau karena takut zina, maka
hukumnya menjadi wajib, kaidah usul :
اِرْتِكَابُ اَخَفُّ الضَّرُرَيْنِ
وَاجِبٌ
“ Mengambil yang lebih ringan
dari suatu kemudharatan adalah wajib”.
Kalau tidak ada alasan yang senada dengan itu maka onani hukumnya haram. Ibnu
hazim berpendapat bahwa onani hukumnya makruh, tidak berdosa tetapi tidak etis.
Diantara yang memakruhkan onani itu juga Ibnu Umar dan Atha` bertolak belakang
dengan pendapat Ibnu Abbas, hasan dan sebagian besar Tabi`in menghukumi Mubah.
Al-Hasan justru mengatakan bahwa orang-orang Islam dahulu melakukan onani pada
masa peperangan. Mujahid juga mengatakan bahwa orang islam dahulu memberikan
toleransi kepada para pemudanya melakukan onani. Hukumnya adalah mubah, baik
buat laki-laki maupun perempuan. Ali Ahmad Al-Jurjawy dalam kitabnya Hikmat
Al-Tasyri` Wa Falsafatuhu. Telah menjelaskan kemadharatan onani
mengharamkan perbuatan ini, kecuali kalau karena kuatnya syahwat dan tidak
sampai menimbulkan zina. Agaknya Yusuf Al-Qardhawy juga sependapat dengan
Hanabilah mengenai hal ini, Al-Imam Taqiyuddin Abi Bakar Ibnu Muhammad
Al-Husainy juga mengemukakan kebolehan onani yang dilakukan oleh isteri atau
ammahnya karena itu memang tempat kesenangannya:
لَوِاسْتَمْنَى
الرَّجُلُ بِيَدِ امْرَأَتِهِ جَازَ لِأَنَّهَامَحَلُ اسْتِمْتَاعِهِ
“ Seorang laki-laki dibolehkan
mencari kenikmatan melalui tangan isteri atau hamba sahayanya karena di sanalah
(salah satu) dari tempat kesenangannya”
.
Tahap kedua setelah bank sperma berhasil
mengumpulkan sperma dari beberapa pendonor maka bank sperma akan menjualnya
kepada pembeli dengan harga tergantung kualitas spermanya, setelah itu agar
pembeli sperma dapat mempunyai anak maka harus melalui proses yang dinamakan
inseminasi buatan yang telah dijelaskan di atas. Hukum dan penadapat inseminasi
buatan menurut pendapat ulama` apabila sperma dari suami sendiri dan ovum dari
istri sendiri kemudian disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, asal
keadaan kondisi suami isteri yang bersangkutan benar-benar memerlukan cara
inseminasi buatan untuk memperoleh anak, karena dengan cara pembuahan alami,
suami isteri tidak berhasil memperoleh anak, maka hukumnya boleh. Hal ini
sesuai dengan kaidah hukum fiqh :
اَلْحَاجَةُ تَنْزِلُ مَنْزِلَةَ
الضَّرُوْرَةِ وَالضَّرُوْرَةِ تُبِيْحُ الْمَحْظُوْرَاتِ
Hajat (kebutuhan yang sangat penting itu) diperlakukan
seperti dalam keadaan terpaksa (emergency), dan keadaan darurat/terpaksa
itu membolehkan melakukkan hal-hal yang terlarang.
Diantara fuqaha yang memperbolehkan/menghalalkan inseminasi
buatan yang bibitnya berasal dari suami-isteri ialah Syaikh Mahmud Saltut,
Syaikh Yusuf al-Qardhawy, Ahmad al-Ribashy, dan Zakaria Ahmad al-Barry.
Secara organisasi, yang menghalalkan inseminasi buatan jenis
ini Majelis Pertimbangan Kesehatan dan Syara`a Depertemen Kesehatan RI, Mejelis
Ulama` DKI Jakarta, dan lembaga Islam OKI yang berpusat di Jeddah.
Selain kasus di atas (sperma dari suami ditanam pada rahim
isteri) demi kehati-hatian maka ulama mengharamkannya. Contoh sperma dari orang
lain ditanam pada rahim isteri. Diantara yang mengharamkan adalah Lembaga fiqih
Islam OKI, Majelis Ulama DKI Jakarta, Mahmud Syaltut, Yusuf al-Qardhawy,
al-Ribashy dan zakaria ahmad al-Barry dengan pertimbangan dikhawatirkan adanya
percampuran nasab dan hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Hal ini sesuai
dengan keputusan Majelis Ulama Indonesia tentang masalah bayi tabung atau
inseminasi buatan.
Dengan demikian hukum pendirian bank sperma bisa mubah jika
bertujuan untuk memfasilitasi suami isteri yang ingin menyimpan sperma suaminya
di bank tersebut, sehingga jika suatu saat nanti terjadi hal yang dapat
menghalangi kesuburan, isteri masih bias hamil dengan cara inseminasi yang
halal. Adapun jika tujuan pendirian bank sperma adalah untuk mendonorkan sperma
kepada wanita yang bukan isterinya maka pendirian bank sperma adalah haram,
karena hal yang mendukung terhadap terjadinya haram maka hukumnya haram.
BAB III
KESIMPULAN
Perbedaan pandangan ulama terhadap beberapa masalah
penyusuan mengakibatkan mereka berbeda pendapat di dalam menyikapi munculnya
Bank ASI, sebagaimana berikut :
Pendapat Pertama menyatakan bahwa mendirikan bank ASI
hukumnya boleh. Salah satu alasannya: Bayi tidak bisa menjadi mahram bagi ibu
yang disimpan ASI-nya di bank ASI. Karena susuan yang mengharamkan adalah jika
dia menyusu langsung. Sedangkan dalam kasus ini, sang bayi hanya mengambil ASI
yang sudah dikemas.
Pendapat Kedua menyatakan hukumnya haram.
Menimbang dampak buruknya menyebabkan tercampurnya nasab. Dan mengikuti
pendapat jumhur yang tidak membedakan antara menyusu langsung atau lewat alat. Majma'
al Fiqh al Islami (OKI) dalam Muktamar yang diselenggarakan di Jeddah pada
tanggal1-6 Rabi'u at Tsani 1406 H memutuskan bahwa pendirian Bank ASI di
negara-negara Islam tidak dibolehkan, dan seorang bayi muslim tidak boleh
mengambil ASI darinya.
Pendapat Ketiga menyatakan bahwa pendirian Bank ASI
dibolehkan jika telah memenuhi beberapa syarat yang sangat ketat, diantaranya:
setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus disimpan di tempat khusus dengan
meregistrasi nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASI-ASI yang lain. Setiap bayi
yang mengkonsumsi ASI tersebut harus dicatat detail dan diberitahukan kepada
pemilik ASI, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian, percampuran nasab yang
dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.
Adapun hukum pendirian Bank
Sperma tergantung dari dua hal, yaitu cara pengambilan sperma dari donor
dan proses inseminasi. Pengambilan sperma dilakukan melalui masturbasi dan para
ulama beda pendapat dalam menanggapi masturbasi ada yang membolehkan dan ada
yang mengharamkan. Sedang masalah inseminasi, jika inseminasi yang halal
(sperma suami diinseminasikan kepada rahim isteri) maka hukumnya boleh, sedang
jika inseminasi yang haram maka hukumnya haram.
DAFTAR
PUSTAKA
Al
Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani
Press, Jakarta
al
Bahuti, Syarhu Muntaha al Iradat : 4/ 1424)
Hakim,
Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa'id Al
Fiqhiyah, Sa'adiyah Putera, Jakarta
Hasan,
M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer
Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Ibnu
Nujaim, al Bahru ar Raiq : 3/221
Ibnu
Rusydi, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Darul Kitab, Surabaya.
Mahjuddin,
1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa
Kini, Kalam Mulia, Jakarta
Uman,
Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel
Suci, Surabaya
Zallum,
Abdul Qadim, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam :
Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh
Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil
Zuhdi,
Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji
Masagung, Jakarta
NB. Jika Kurang Lengkap... Lengkapi sendiri catatan kaki ataupun catatan perutnya serta ayatnya...