Advertisement

Studi Analisis Antara Filsafat Hukum Umum dan Hukum Islam

POSITIVISME HUKUM  DAN PRAGMATIC LEGAL REALISME
(Studi Analisis Antara Filsafat Hukum Umum dan Hukum Islam)

PENDAHULUAN
Sekilas Perkembangan Positivisme
Secara umum bisa dikatakan bahwa akar sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (1711-1776) dan Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah haruslah diuji melalui percobaan. Sementara Kant adalah orang melaksanakan pendapat Hume ini dengan menyusun Critique of pure reason (Kritik terhadap pikiran murni). Selain itu Kant juga membuat batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia dan aturan-aturan untuk menghukumi pengetahuan tersebut dengan menjadikan pengalaman sebagai porosnya.
Pada paruh kedua abad XIX muncullah Auguste Comte (1798-1857), seorang filosof sosial berkebangsaan Perancis, yang banyak mengikuti warisan pemikiran Hume dan Kant. Melalui tulisan dan pemikirannya, Comte bermaksud memberi peringatan kepada para ilmuwan akan perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran manusia beralih dari fase teologis, menuju fase metafisis, dan terakhir fase positif. Pada fase teologis diyakini adanya kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur semua gerak dan fungsi yang mengatur alam ini. Zaman ini dibagi menjadi tiga periode: animisme, politeisme dan monoteisme. Selanjutnya pada zaman metafisis kuasa adikodrati tersebut telah digantikan oleh konsep-konsep abstrak, seperti ‘kodrat’ dan ‘penyebab’. Dan akhirnya pada masa positif manusia telah membatasi diri pada fakta yang tersaji dan menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi dan kemampuan rasio.
Semasa dengan Comte ini muncul pula John Stewart Mill (1803-1873)—filosof logika berkebangsaan Inggris—dan Herbert Spencer (1820-1903) yang dianggap sebagai tokoh penting positivisme pada pertengahan kedua abad XIX dan dalam waktu yang bersamaan dianggap sebagai tokoh positivisme terakhir untuk periode pertama (periode Comte-Mill-Spencer).
Periode kedua dari perkembangan positivisme banyak diwarnai oleh pemikiran dan pendapat filosof النمساوي, Ernst March (1838-1916), yang dikenal sebagai tokoh Empiriokritizimus atau kadang disebut juga dengan Machisme. Selain March dikenal pula Avenarius, Person dan Henri Poincare.
Pada tahun 1922 Morits Schlick—waktu itu professor ilmu-ilmu induktif di Universitas Vienna—mendirikan sebuah perkumpulan yang dikenal sebagai Vienna Circle. Perkumpulan yang dianggap sebagai penerus Machisme ini diikuti oleh banyak ilmuwan matematika dan fisika, antara lain: Waismann, Neurach, H. Feigl, F. Kaufmann dan Carnap. Kajian-kajian yang diadakan oleh perkumpulan ini banyak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Wittgenstein, terutama melalui bukunya yang terkenal, Tractatus Logico-Philosophicus, yang terbit pertama kali pada tahun 1922 dalam bahasa Jerman.
Pada masa Vienna Circle inilah positivisme menemukan bentuknya yang matang. Dan pada masa ini pulalah—tepatnya tahun 1931—untuk pertama kali nama positivisme pertama kali dipakai oleh H. Feigl. Selain positivisme sebenarnya dikenal pula dua nama lain yang digunakan untuk menyebut sekumpulan pemikiran yang dikenal dalam kalangan Vienna Circle ini, yaitu Empiricism dan Logical Empiricism, yang kesemuanya mempunyai inti yang sama yaitu penolakan terhadap metafisika dengan alasan bahwa permasalahan yang dibahas dalam metafisika adalah permasalahan yang berada di luar batas pengalaman manusia sehingga tidak dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris.
Pada abad sembilan belas ilmu pengetahuan mengalami perkembangan yang cukup pesat dan menuju kepada ilmu pengtahuan modern dengan lahirnya aliran positisme yang diajarkan oleh Auguste Comte. Aliran ini sangat terkenal dengan hukum tiga tahap.
Positivisme adalah metode berpikir yang hanya mengakui fakta-fakta positif dan fenomena-fenomena yang bisa diobservasi. Hubungan obyektif fakta-fakta dan hukum-hukum yang menentukannya, dan meninggalkan semua penyelidikan yang menjadi sebab-sebab atau asal-usul tertinggi.
Kemudian menurut aliran pragmatic legal realisme, hukum tidak statis dan selalu bergerak secara terus menerus sesuai dengan perkembangan jamannya dan dinamika masyarakat. Tujuan dari hukum selalu dikaitkan dengan  tujuan masyarakat tempat hukum diberlakukan. Ilmu hukum yang sesungguhnya dibangun dari studi tentang hukum dalam pelaksanaannya.
Sedangkan filsafat hukum Islam, adalah  sendi-sendi hukum, prinsip-prinsip hukum, pokok-pokok hukum (sumber-sumber hukum), kaidah-kaidah yang merupakan fondasi undang-undang Islam.
Dari ketiga macam aliran filsafat hukum, kemudian dikembangkan melalui pelaksanaan hukum yang terjadi dalam masyarakat, bentuk dan emplementasinya terhadap suatu teori hukum tersebut diatas, maka penulis ingin menganalisa dalam pembahasan makalah ini.
Rumusan Masalah :
Setelah melihat rangkaian teori dari beberapa teori hukum diatas, maka yang menjadi pertanyaan adalah:
apakah teori positivisme hukum, pragmatic legal realisme, serta apakah kelebihan  dan kekurangan terhadap kedua teori tersebut?
Apakah filsafat hukum Islam serta bagaimana perkembangan dan implementasi hukum tersebut?
Bagaimanakah wujud ideal suatu hukum jika teori positivisme hukum, pragmatic legal realisme, dan filsafat hukum Islam dikembangkan dengan memadukan ketiga-tiganya?

Ingin lebih jelas tentang makalah ini download disini Studi Analisis antara filsafat Hukum umum...
Next Post Previous Post

Advertisement

Advertisement