Advertisement

Kenikmatan semu itu bernama KKN

KORUPSI, KOLUSI, NEPOTISME ITU MEMBURU KENIKMATAN SEMU, AKAN KEHILANGAN KENIKMATAN HAKIKI

Sobat saef, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan,

الهوى ميل الطبع إلى ما يلائمه

“Hawa nafsu adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginannya.” (Asbabut Takhallaush minal hawa, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hlm. 3)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

وقد يطلق الهوى بمعنى المحبة والميل مطلقًا، فيدخل فيه الميل إلى الحق وغيره

“Terkadang dimutlakkan penyebutan hawa dengan makna cinta dan kecondongan, maka termasuk di dalamnya kecondongan kepada kebenaran dan selainnya.” 

(Jaami’ul Uluum wal Hikam: 2/399)

Saudaraku,Orang yang _ittiba'ul hawa_ (memperturutkan hawa nafsu), dengan menghalalkan segala cara melakukan keculasan, kecurangan, korupsi, kolusi dan nepotisme hakikatnya memburu kenikmatan semu dan kepuasan sesaat di dunia, tanpa berpikir panjang. Akibatnya harus rela kehilangan kenikmatan yang hakiki, baik di dunia maupun di akhirat...

Apakah hawa nafsu itu tercela? Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah menjelaskan dalam kitab tersebut bahwa hawa nafsu diciptakan ada pada diri manusia guna menjaga kelangsungan hidupnya. Sebab, kalaulah tidak ada nafsu makan, minum dan menikah, tentulah manusia akan mati dan punah, karena tidak makan, minum dan menikah. Hawa nafsu mendorong manusia meraih perkara yang diinginkannya, sedangkan marah mencegahnya dari perkara yang mengganggunya dalam kehidupannya. Maka tidak selayaknya hawa nafsu dicela atau dipuji secara mutlak tanpa pengecualian. Nafsu yang diperbolehkan adalah selama nafsu tersebut tidak menyelisihi kebenaran.

(Asbabut Takhallaush minal hawa, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hlm. 3)

Ibnu Rajab rahimahullah berkata,

وربما استعمل بمعنى محبة الحق خاصة والانقياد إليه

“Bisa pula digunakan secara khusus untuk makna kecintaan terhadap kebenaran dan tunduk kepada Allah dengan mengamalkannya.” (Jaami’ul Uluum wal Hikam: 2/399)

Beliau juga berkata,

و المعروف في استعمال الهوى عند الإطلاق : أنه الميل إلى خلاف الحق

“Makna yang dikenal luas di dalam penggunaan kata hawa nafsu secara mutlak, tanpa terikat dalam kondisi tertentu adalah kecondonggan kepada sesuatu yang menyelesihi kebenaran.” (Jaami’ul Uluum wal Hikam: 2/398).

Saudaraku,Dalam menjalani kehidupan, hawa nafsu yang terpuji ibarat teman perjalanan bagi kita, sedangkan hawa nafsu yang tercela adalah musuh kita.

Setelah umat Islam berhasil memenangkan peperangan hingga menjadikan Makkah dan Madinah sebagai basisnya umat Islam, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan kepada para sahabat bahwa saat ini umat Islam telah kembali dari jihad kecil dan akan menuju jihad besar. Kemudian para sahabat bertanya apakah yang dimaksud dengan jihad besar itu, dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengatakan jihad besar itu adalah jihad melawan hawa nafsu,

رَجَعْناَ مِنَ الجِهَادِ الأَصْغَرِ إِلَى الجْـِهَادِ الْأَكْبَرِ. قَالُوا: وَمَا الْجِهَادُ الْأَكْبَرُ؟ قال: مجاهدةُ العبد هواه

“Kita telah kembali dari jihad kecil dan menuju jihad besar, para sahabat bertanya, apakah jihad besar itu. Berkata; seorang hamba memerangi hawa nafsunya.” 

(HR. Baihaqi (373)

Nafsu yang ada pada diri kita harus mampu kita kendalikan dengan senantiasa berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, shalat, memohon pertolongan dan petunjuk dari-Nya ke jalan yang benar dan diridhai-Nya...

Allah Azza wa Jalla mencela _ittiba’ul hawa_ (mengikuti hawa nafsu), Allah Azza wa Jalla berfirman,

أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَٰهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَىٰ عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَىٰ سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَىٰ بَصَرِهِ غِشَاوَةً فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ ۚ أَفَلَا تَذَكَّرُون

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah membiarkannya sesat. Maka mengapa kalian tidak mengambil pelajaran?” 

(QS. Al-Jaatsiyah: 23)

Allah Azza wa Jalla berfirman,

فَإِنْ لَمْ يَسْتَجِيبُوا لَكَ فَاعْلَمْ أَنَّمَا يَتَّبِعُونَ أَهْوَاءَهُمْ ۚ وَمَنْ أَضَلُّ مِمَّنِ اتَّبَعَ هَوَاهُ بِغَيْرِ هُدًى مِنَ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Maka jika mereka tidak menjawab tantanganmu ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka belaka. Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” 

(QS. Al-Qashash: 50)

Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita tetap istiqamah senantiasa mengendalikan hawa nafsu dan kenikmatan sesaat agar merasakan kenikmatan hakiki beribadah kepadanya-Nya untuk meraih ridha-Nya.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Advertisement

Advertisement