Ilmu dalam Perspektif Al Quran
Ilmu dalam Perspektif Al Quran
Assalamu’alaikum Wr,Wb.
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “ilmu dalam perspektif Al – Qur’an” ini dengan lancar. Dengan tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas perkulihan yang di berikan oleh dosen pengampu mata kuliah tafsir tarbawi, oleh dosen pengampu bapak H.M.Saifullah,Lc.M.Pd.I Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen Mata Kuliah tafsir tarbawi yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr,Wb.
Gresik 27 maret 2025
Nailatun Nuriyah Arifah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan masalah 4
C. Tujuan masalah 4
BAB II PEMBAHASAN 5
A. pengertian ilmu dalam perspektif Al – Qur’an 5
B. Bagaimana proses memperoleh ilmu dalam perspektif Al – Qur’an 6
C. Sumber ilmu pengetahuan dalam perspektif Al – Qur’an 7
BAB III PENUTUP 10
A. Simpulan 10
DAFTAR PUSTAKA 11
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ilmu merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu, manusia mampu membedakan antara yang benar dan salah, mengembangkan peradaban, serta memahami tujuan hidup secara lebih mendalam. Dalam Islam, ilmu memiliki posisi yang sangat mulia. Bahkan, wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW adalah perintah untuk membaca, yang menjadi simbol pentingnya ilmu dalam kehidupan seorang Muslim.
Al-Qur’an banyak memuat ayat-ayat yang membahas tentang ilmu, baik secara eksplisit maupun implisit. Pengetahuan dianggap sebagai jalan menuju keimanan, karena melalui ilmu, manusia dapat mengenal Allah, memahami tanda-tanda kebesaran-Nya di alam semesta, serta menjalani hidup sesuai dengan petunjuk-Nya. Oleh karena itu, Islam tidak hanya mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, tetapi juga mengaitkan ilmu dengan nilai-nilai spiritual dan moral.
Dalam perspektif tafsir tarbawi, ilmu tidak hanya dilihat sebagai alat memperoleh informasi, tetapi juga sebagai sarana pembinaan akhlak dan karakter. Pendidikan dalam Islam seharusnya tidak terpisah dari nilai-nilai ketuhanan, dan ilmu harus dimanfaatkan untuk kebaikan serta keberkahan hidup, bukan sekadar untuk kepentingan duniawi semata.
Rumusan masalah
Apa pengertian ilmu dalam perspektif Al – Qur’an
Bagaimana proses memperoleh ilmu dalam perspektif Al – Qur’an
Apa sumber ilmu pengetahuan dalam perspektif Al – Qur’an
Tujuan masalah
Untuk mengetahui pengertian ilmu dalam perspektif Al – Qur’an
Untuk mengetahui proses memperoleh ilmu dalam perspektif Al – Qur’an
Untuk mengetahui sumber ilmu pengetahuan dalam perpektif Al – Qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
pengertian ilmu dalam perspektif Al – Qur’an
Ilmu, dalam pengertian bahasa, berarti kejelasan. Oleh karena itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan akar kata ini mencerminkan suatu pemahaman atau pencerahan. Istilah "ilmu" dengan berbagai bentuk dan derivatifnya ditemukan sebanyak 854 kali dalam Al-Qur'an, dan seringkali mengacu pada proses pencapaian pengetahuan serta objek pengetahuan itu sendiri. Istilah ini berbeda dengan kata 'arafa, yang lebih merujuk pada pemahaman secara lebih subjektif dan terbatas. Oleh karena itu, ketika Allah menyampaikan pengetahuan-Nya mengenai sesuatu, Dia menggunakan kata 'ilm, bukan ma'rifah.
Dalam perspektif Al-Qur'an, ilmu merupakan anugerah yang membuat manusia unggul dibandingkan makhluk lainnya, guna menjalankan tugas sebagai khalifah di bumi. Hal ini tercermin dalam firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 31-32:
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَٰؤُلَاءِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ (31) قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (32
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: 'Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu memang orang-orang yang benar!' Mereka menjawab: 'Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.'" (QS. Al-Baqarah: 31-32)
Ketika membahas ilmu pengetahuan dalam konteks Al-Qur'an, banyak yang memandang bahwa Al-Qur'an adalah kitab ilmu pengetahuan yang lengkap. Persepsi ini muncul karena adanya isyarat-isyarat dalam Al-Qur'an yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Beberapa ulama yang mencoba membuktikan isyarat tersebut berhasil menemukan hasil yang sesuai, sehingga semakin memperkuat pandangan ini.
Jika kita berangkat dari asumsi dasar bahwa Al-Qur'an adalah wahyu yang berhubungan erat dengan jiwa dan perilaku manusia, yang bersifat psikis atau psikologis, maka hubungan antara Al-Qur'an dan ilmu pengetahuan tidak hanya bisa diukur dari jumlah ilmu pengetahuan yang ditemukan melalui tafsiran ayat-ayat, atau kebenaran teori ilmiah yang terkonfirmasi oleh Al-Qur'an. Pembahasan ini seharusnya ditempatkan pada proporsi yang tepat, sesuai dengan kesucian dan kemurnian Al-Qur'an.
Al-Qur'an tidak hanya memberikan informasi atau petunjuk ilmiah, tetapi juga menciptakan iklim ilmiah yang mendukung perkembangan ilmu pengetahuan. Salah satu contohnya adalah firman Allah dalam Surat Saba' ayat 36:
"Katakanlah: 'Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya), namun kebanyakan manusia tidak mengetahui.'" (QS. Saba': 36)
Dalam ayat ini, Al-Qur'an mendorong umat manusia untuk menggunakan akal pikiran dan berusaha keras untuk meraih tujuan hidup mereka. Ikhlasnya niat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan menjadi bagian penting dalam menciptakan masyarakat yang berilmu dan berkembang. Dengan demikian, Al-Qur'an tidak membatasi ilmu pengetahuan, malah sebaliknya, ia justru mendorong umat manusia untuk terus berkembang dalam hal pengetahuan dan penerapannya.
Al-Qur'an juga menekankan pentingnya pengetahuan yang didasarkan pada data dan pengetahuan yang sahih. Dalam Surat Al-Imran ayat 66, Allah memberikan kritik terhadap mereka yang berbicara tanpa memiliki pengetahuan yang cukup:
"Beginilah kamu, kamu ini (sewajarnya) bantah-membantah tentang hal yang kamu ketahui, maka kenapa kamu bantah-membantah tentang hal yang tidak kamu ketahui? Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Imran: 66)
Ayat-ayat ini membentuk suatu iklim ilmiah yang mendalam dalam masyarakat Muslim, mendorong mereka untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah dengan dasar yang jelas, serta menghindari pembicaraan yang tidak didukung oleh bukti-bukti yang sahih.
Bagaimana proses memperoleh ilmu dalam perspektif Al – Qur’an
Al-Qur'an memandang manusia memiliki potensi besar untuk meraih ilmu dan mengembangkannya. Dalam hal ini, Al-Qur'an memerintahkan umat manusia untuk berusaha melalui berbagai cara untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
Dalam wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad, Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa ilmu terbagi dalam dua macam: ilmu ladunî (ilmu yang diberikan langsung oleh Allah) dan ilmu kasbi (ilmu yang diperoleh melalui usaha manusia). Ilmu laduni, seperti yang disebutkan dalam Surat Al-Kahfi ayat 65:
فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْمًا
"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." (QS. Al-Kahfi: 65)
Sedangkan ilmu kasbi adalah ilmu yang dapat dicapai manusia melalui usaha dan akal pikiran mereka. Al-Qur'an banyak memberikan isyarat mengenai jenis ilmu ini, yang dapat diperoleh melalui pengamatan, percobaan, dan refleksi terhadap alam semesta.
Salah satu contoh adalah firman Allah dalam Surat Al-Haqqah ayat 38-39:
فَلا أُقْسِمُ بمَا تُبْصِرُونَ وَمَا لَا تُبْصِرُونَ
"Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan dengan apa yang tidak kamu lihat." (QS. Al-Haqqah: 38-39)
Ini menunjukkan bahwa ilmu yang diperoleh manusia tidak hanya terbatas pada hal-hal yang terlihat oleh indra, tetapi juga mencakup hal-hal yang tidak dapat dijangkau oleh indera manusia.
Selain itu, Al-Qur'an juga memperingatkan umat manusia tentang keterbatasan mereka dalam memperoleh pengetahuan, sebagaimana firman Allah dalam Surat Al-Isra' ayat 85:
"Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: 'Roh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.'" (QS. Al-Isra': 85)
Dengan demikian, Al-Qur'an menegaskan bahwa objek ilmu tidak hanya mencakup alam materi, tetapi juga alam non-materi, yang sering kali tidak bisa dijangkau oleh pemahaman manusia secara langsung. Dalam pandangan Al-Qur'an, ilmu tidak terbatas pada hal-hal yang bisa dirasakan oleh panca indera, tetapi mencakup seluruh realitas yang ada di alam semesta, baik yang tampak maupun yang tidak tampak.
Sumber ilmu pengetahuan dalam perspektif Al – Qur’an
Al-Qur'an menunjukkan empat sumber utama ilmu pengetahuan yang harus diterima oleh umat manusia, di antaranya adalah :
1. Al-Qur'an dan al-Sunnah. Keduanya merupakan sumber pertama bagi ilmu pengetahuan. Dalam hal ini al-Qur'an sering mengingatkan manusia agar memikirkan ayat-ayat Allah dan mengambil pelajaran darinya serta meng-ingatkan agar menjadikan Rasul sebagai contoh dalam kehidupan.
تلكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْمُبِينِ إِنَّا أَنزَلْنَاهُ قُرْءَانَا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat kitab (Al Qur'an) yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya. (QS. Yüsuf: 2-3)
لقد كان في قصصهم عبرة لأولي الألباب مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى ولكن تصديق الذي بين يديه وتفصيل كُل شَيءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (Yüsuf: 111).
2. Alam semesta, merupakan sumber ilmu kedua. Dalam hal ini al-Qur'an menyeru manusia untuk memikirkan keajaiban ciptaan Allah, serta hubungan manusia dengan alam sekitarnya, (al-Jatsiyah: 13)
وسَخَّرَ لَكُمْ مَا في السموات وما في الأرضِ جَمِيعًا مِنْهُ إِنَّ فِي ذَلِكَ الأيات لقوم يتفكرون
Dan Dia menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesung-guhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir. (Al-Jatsiyah: 13)
3. Diri manusia (nafs), firman Allah dalam QS.al-Thâriq:5:
فلينظر الإنسان من خلق
Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan!
4. Sejarah ummat manusia, firman Allah dalam QS.al-Rûm:9:
أو لم يسيروا في الأرض فينا وا كيف كان عاقبة الذين من قبلهم كانوا أحد أهم قوة وأثاروا الأرض وعمروها أكثر بما عمروها وجاءَتْهُمْ رُسلهم بالبينات فما كان الله ليظمهم ولكن كانُوا أَنفُهُمْ يَظْلِمُونَ
Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akat (yang diderita) oleh orang-orang yang sebelum mereka! Orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka malonurkan. Dan telah datang kepada mereka raud-rasul mereka dengan menawa bukti-bukai yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Ilmu, dalam pengertian bahasa, berarti kejelasan. Oleh karena itu, segala sesuatu yang berhubungan dengan akar kata ini mencerminkan suatu pemahaman atau pencerahan. Istilah "ilmu" dengan berbagai bentuk dan derivatifnya ditemukan sebanyak 854 kali dalam Al-Qur'an, dan seringkali mengacu pada proses pencapaian pengetahuan serta objek pengetahuan itu sendiri. Istilah ini berbeda dengan kata 'arafa, yang lebih merujuk pada pemahaman secara lebih subjektif dan terbatas. Oleh karena itu, ketika Allah menyampaikan pengetahuan-Nya mengenai sesuatu, Dia menggunakan kata 'ilm, bukan ma'rifah.
Proses Perolehan Ilmu Menurut Al-Qur’an 1.) Melalui Indera dan Akal. Al-Qur’an mendorong manusia untuk menggunakan akal dan indera untuk memperoleh ilmu. QS. An-Nahl: 78 menegaskan bahwa manusia diciptakan dengan pendengaran, penglihatan, dan hati sebagai alat ilmu. 2.) Tadabbur dan Tafakkur Perintah untuk merenungkan ciptaan Allah (QS. Al-Ghasyiyah: 17-20) adalah bentuk dorongan untuk mengkaji alam secara ilmiah.3.) Wahyu dan Ilham Ilmu juga bisa diperoleh melalui wahyu yang diturunkan Allah kepada para nabi. Ini adalah sumber ilmu tertinggi (QS. Al-Baqarah: 2). 4.) Belajar dari Orang yang Berilmu Al-Qur’an menyuruh manusia untuk bertanya kepada orang yang berilmu jika tidak mengetahui (QS. An-Nahl: 43).
Al-Qur'an menunjukkan empat sumber utama ilmu pengetahuan yang harus diterima oleh umat manusia. Sumber pertama adalah Al-Qur'an dan Al-Sunnah, yang menjadi petunjuk utama dalam kehidupan. Al-Qur'an mengingatkan umat manusia untuk berpikir dan mengambil pelajaran dari tanda-tanda Allah yang ada di alam semesta. Dalam Surat Yusuf ayat 2-3, Allah berfirman:"Alif, laam, raa. Ini adalah ayat-ayat kitab yang nyata (dari Allah). Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al-Qur'an dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya." (QS. Yusuf: 2-3)Dengan demikian, ilmu yang berasal dari Al-Qur'an memberikan pemahaman dasar tentang dunia, kehidupan, dan tujuan manusia yang lebih dalam, yang mengarah pada kesejahteraan baik secara jasmani maupun rohani.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Sa'dy, Al-Quwaid al-Hisan Li Tafsir al-Qur'an, Dar al-Shadir, tt.
al-Taba-raba'y, Sayyid Muhammad Husin, Al-Qur'an Fi al-Islâm, Beirut: Jamiiyyah al-Saqafiyyah al-Ijtimaiyyah, 1973.
Badr al-Din Muhammad Ibn Abdullah al-Zarkasy, Al-Burhan Fl Ulim al-Qur'an, Ttp, Isa al-Baby al-Halaby, tt.
Driyer Kant, Sulution For Verfuation in Metaphysics, London: Gorge, LTD, 1969.
Harimurti Kridalaksana, Kamis Linguistik, Jakarta: Gramedia, 1983.
Hendar Riyadi (ed.), Tauhid Ilma, Bandung: Nuansa, 2000.
Henri Guntur Tatringan, Pengajaran Semantik, Bandung: Angkasa, 1993
Husain Sulaiman Qaurah, Al-Lhul. Al-Tarbawiyyah Fi Bina al-Manahij, Dar Al-Ma'arif Cet. VI, 1979.
Ibnu Jarir al-Thabary, Jami al-Bayan Fi Tafsir al-Qur'an, Al-Qahirah al-Amiriah, Juz, hlm. 157, 1323.H. dan kitab-kitab tafsir yang mu'tabar lainnya.
Imaduddin Abi al-Fida' Ismail Ibn Kasir, Tafsir al-Qur'an al-Azam, Semarang: Toha lutra,tt.