Tafsir Tematik Ilmu Pengetahuan
Tafsir Tematik ILMU PENGETAHUAN
Kali ini gudang makalah dan skripsi, akan menjelaskan tentang Tafsir Tematik Ayat ayat yang menjelaskan tentang ilmu pengetahuan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Allah menciptakan manusia disertai akal yang ada padanya tidak lain agar manusia berpikir terhadap berbagai kejadian atau fenomena yang terjadi di bumi ini sehingga dapat mengenal berbagai macam tanda kebesaran Tuhannya. Allah melengkapi manusia dengan bakat dan pemahaman yang baik melalui akal tersebut yang memungkinkan manusia mengetahui kenyataan-kenyataan besar di alam raya ini. Fitrah manusia mukmin mengarah ke alam raya untuk mengungkap rahasia dan tujuan penciptaannya serta berakhir dengan memahami posisi dirinya di alam raya ini dan menentukan bagaimana ia harus berbuat dan bersikap di dalamnya.
Alquran sebagai kitabullah berisi berbagai tuntunan agama, pesan hidup, kisah-kisah umat terdahulu, dan sebagainya yang semuanya berfungsi sebagai pedoman hidup dan pelajaran berharga bagi kita. Sudah sepatutnya kita umat Islam mempelajari Alquran, bukan sebatas membaca, namun memahami isi demi isi dari setiap ayatnya agar pesan Tuhan dapat tersampaikan.
Untuk memahami isi dari Alquran lebih jauh, kita perlu menggali lebih dalam ayat, terjemah, isi kandungan termasuk tafsirannya. Sebagaimana kita tahu pula, di dalam Alquran ini terdapat keterangan-keterangan tentang ilmu pengetahuan. Oleh karenanya di dalam makalah ini kami tuliskan dalam empat surah yaitu Surah Al- Nahl [16]: 78, Al-Zumar [39]: 9, Al-Najm [53]: 27-30, Al-Mujadilah [58]: 11. Keempat ayat tersebut memiliki kekhasan isi kandungan dan tafsirannya yang akan
kami paparkan satu per satu.
Rumusan Masalah
Apa ayat-ayat yang membahas tentang ilmu pengetahuan?
Bagaimana tafsir ayat-ayat yang membahas tentang ilmu pengetahuan?
Tujuan
Mengetahui ayat-ayat yang membahas tentang ilmu pengetahuan
Mengetahui tafsir ayat-ayat yang membahas tentang ilmu pengetahuan
BAB II
PEMBAHASAN
Surah Al-Nahl [16]: 78
Ayat dan Terjemahan Surah Al-Nahl [16]: 78
وَاللّٰهُ اَخْرَجَكُمْ مِّنْۢ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ لَا تَعْلَمُوْنَ شَيْـًٔاۙ وَّجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَوَالْاَبْصَارَ وَالْاَفْـِٕدَةَۙ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani agar kamu bersyukur.
Asbabun nuzul Surah Al-Nahl [16]: 78
Dari beberapa referensi yang penulis baca, penulis tidak menemukan Asbabun nuzul ayat ini. Sehingga penulis tidak bisa menjabarkan penjelasan terkait sebab-sebab turunnya ayat ini.
Tafsir nuzul Surah Al-Nahl [16]: 78
Ayat ini menyatakan: Dan sebagaimana Allah mengeluarkan kamu berdasar kuasa dan ilmu-Nya dari perut ibu-ibu kamu sedang tadinya kamu tidak wujud. Ketika Dia mengeluarkan kamu dari ibu kamu, kamu semua dalam keadaan tidak mengetahui suatu apa pun yang ada di sekeliling kamu dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan-penglihatan, dan aneka hati sebagai bekal dan alat untuk meraih pengetahuan agar kamu bersyukur dengan menggunakan alat-alat tersebut sesuai dengan tujuan Allah menganugerahkannya kepada kamu.
Dalam tafsir Al-Mishbah karya Quraish Shihab menjelaskan pada ayat di atas penggunaan kata as’sam’/pendengaran dengan bentuk tunggal dan menempatkannya sebelum kata al-abshari penglihatan-penglihatan yang berbentuk jamak serta (الفئدة) al-afidah/aneka hati yang juga berbentuk jamak. Kata al-afidah adalah bentuk jamak dari kata fu’ad yang berarti aneka hati guna menunjuk makna jamak itu. Kata ini banyak dipahami oleh ulama dalam arti akal.
Didahulukannya kata pendengaran atas penglihatan merupakan perurutan yang sungguh tepat karena memang ilmu kedokteran modern membuktikan bahwa indra pendengaran berfungsi mendahului indra penglihatan. Ia mulai tumbuh pada diri seorang bayi pada pekan-pekan pertama. Sedangkan indra penglihatan baru bermula pada bulan ketiga dan menjadi sempurna menginjak bulan keenam. Adapun kemampuan akal dan hati yang berfungsi membedakan yang baik dan yang buruk. Hal ini dapat dikatakan bahwa perurutan penyebutan indra-indra pada ayat di atas mencerminkan tahap perkembangan fungsi indra tersebut.
Adapun kesimpulan dari isi kandungan surat Al-Nahl ayat 78 yaitu:
Manusia dilahirkan ke dunia dalam keadaan tidak mengerti apa-apa, tidak bisa melakukan apa-apa bahkan membutuhkan banyak bantuan orang lain di sekitarnya terutama orang tua.
Allah memberikan bekal kepada manusia dengan 3 hal yaitu : berupa pendengaran, penglihatan serta hati nurani agar manusia bersyukur dan memanfaatkannya dengan baik untuk meraih ilmu pengetahuan.
Allah lebih dahulu menyebutkan pendengaran daripada penglihatan. Dalam ilmu kedokteran dijelaskan bahwa pendengaran sudah berkembang saat manusia dalam bentuk janin, dan perkembangan telinga akan sempurna apabila janin telah berusia 5 bulan, sedangkan mata akan mencapai kesempurnaan setelah kelahiran.
Surah Al-Zumar [39]: 9
Ayat dan Terjemahan Surah Az-Zumar [39]: 9
اَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ اٰنَاۤءَ الَّيْلِ سَاجِدًا وَّقَاۤىِٕمًا يَّحْذَرُ الْاٰخِرَةَ وَيَرْجُوْا رَحْمَةَ رَبِّهٖۗ قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَۗ اِنَّمَايَتَذَكَّرُ اُولُوا الْاَلْبَاب
Apakah orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah pada waktu malam dalam keadaan bersujud, berdiri, takut pada (azab) akhirat, dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah (Nabi Muhammad), “Apakah sama orang-orang yang mengetahui (hak-hak Allah) dengan orang-orang yang tidak mengetahui (hak-hak Allah)?” Sesungguhnya hanya ululalbab (orang yang berakal sehat) yang dapat menerima pelajaran.
Asbabun Nuzul Surah Az-Zumar [39]: 9
Dalam suatu riwayat dikemukakan oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Umar bahwa yang dimaksud dengan, ‘amman huwa qanit .... (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat ...) dalam ayat ini (Q.S.Az-Zumar : 9) ialah Utsman bin Affan (yang selalu bangun malam sujud kepada Allah swt).
Menurut riwayat Ibnu Sa’ad dari al-Kalbi, dari Shalih, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas, orang yang dimaksud dalam ayat ini (Q.S. Az-Zumar:9) adalah ‘Ammar bin Yasir. Menurut riwayat Juwaibir yang bersumber dari Ibnu Abbas, orang-orang yang dimaksud dalam ayat ini ialah Ibnu Mas’ud, ‘Ammar bin Yasir, dan Salim pelayan Abu Hudzaifah”. Menurut riwayat Juwaibir juga yang bersumber dari Ikrimah, orang yang dimaksud dalam ayat ini ialah ‘Ammar bin Yasir.
Tafsir Surah Az-Zumar [39]: 9
Setelah ayat yang lalu mengecam dan mengancam orang-orang kafir, ayat di atas menegaskan perbedaan sikap dan ganjaran yang akan mereka terima dengan sikap dan ganjaran bagi orang-orang beriman. Di sini Allah berfirman: ”Apakah orang-orang yang beribadah secara tekun dan tulus di waktu-waktu malam dalam keadaan sujud dan berdiri secara mantap, demikian juga yang ruku dan duduk atau berbaring, dalam keadaan takut kepada azab akhirat dan dalam saat yang sama senantiasa mengharapkan rahmat Tuhannya, baik di dunia maupun di akhirat, apakah yang demikian itu halnya sama dengan mereka yang baru berdoa berdoa saat terkena musibah dan melupakan-Nya ketika memperoleh nikmat, lalu menjadikan bagi Allah swt sekutu-sekutu?” tentu saja tidak sama! Sekali lagi, Nabi Muhammad saw, diperintahkan untuk menyampaikan bahwa : adakah sama orang –orang yang mengetahui hak-hak Allah swt dan mengesakan-Nya dengan orang-orang yang tidak mengetahui hak-hak Allah dan mengufuri-Nya? Sesungguhnya orang yang dapat menarik banyak pelajaran adalah Ulul Albab, yakni orang-orang yang cerah pikirannya.
Awal ayat di atas ada yang membacanya (أمن) aman dalam bentuk pertanyaan dan ada juga yang membacanya amman. Yang pertama merupakan bacaan Nafi’, Ibnu Katsir dan Hamzah. Ia terdiri dari huruf ( أ) alif dan (من) man yang berarti siapa.
Kata man berfungsi sebagai subjek (mubtada), sedang predikat (khabar) nya tidak tercanmtum karena telah diisyratkan oleh kalimat sebelumnya yang menyatakan bahwa orang-orang kafir mengada- adakan bagi Allah sekutu-sekutu Bacaan kedua,amman adalah bacaan mayoritas ulama. Ini mulanya terdiri dari dua kata yaitu (أم) am dan (من) man, lalu digabung dalam bacaan dan tulisannya. Ia mengandung dua kemungkinan makna.
Yang pertama kata am berfungsi sebagai kata yang digunakan bertanya. Dengan demikian, ayat ini bagaikan menyatakan : “apakah si kafir yang mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah sama dengan yang percaya dan tekun beribadah?” yang kedua, kata am berfungsi memindahkan uraian ke uraian yang lain, serupa dengan kata bahkan.
Makna ini menjadikan ayat diatas bagaikan menyatakan. “Tidak usah mengancam mereka, tetapi tanyakanlah apakah sama yang mengada-adakan sekutu bagi Allah dengan yang tekun beribadah?” Kata (قانت) qanit terambil dari kata )قنوت( qunut, yaitu ketekunan dalam ketaatan disertai dengan ketundukan hati dan ketulusannya. Sementara ulama menyebut juga nama-nama tertentu bagi tokoh yang dinamai qanit oleh ayat diatas, seperti Sayyidina Abu Bakar, atau Ammar Ibn Yasir r.a dan lain-lain.
Adapun pelajaran yang dapat diambil dari ayat di atas yaitu:
Yang taat kepada Allah swt., tercermin sikapnya, secara lahiriah pada ketekunannya sujud dan ruku, sedangkan secara batiniah tercermin dari rasa takut dan prihatin yang disertai dengan harapan .
Seorang mukmin hendaknya tidak merasa takut menghadapi kehidupan duniawi, karena apa pun yang terjadi, selama ia bertakwa, maka itu tidak masalah, bahkan dapat merupakan sebab ketinggian derajatnya di akhirat. Adapun rahmat, maka ia mesti mengharapkannya dalam bentuk menyeluruh, bukan hanya di akhirat, tetapi juga di dunia.
Takut dan harap menjadikan seseorang selalu waspada, namun tidak berputus asa.
Surah Al-Najm [53]: 27 – 30
Ayat dan Terjemah Surah Al-Najm [53]: 27 – 30
اِنَّ الَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ بِالْاٰخِرَةِ لَيُسَمُّوْنَ الْمَلٰۤىِٕكَةَ تَسْمِيَةَ الْاُنْثٰى, وَمَا لَهُمْ بِهٖ مِنْ عِلْمٍۗ اِنْ يَّتَّبِعُوْنَ اِلَّا الظَّنَّ وَاِنَّ الظَّنَّ لَا يُغْنِيْ مِنَ الْحَقِّ شَيْـًٔاۚ فَاَعْرِضْ عَنْ مَّنْ تَوَلّٰىۙ عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ اِلَّا الْحَيٰوةَ الدُّنْيَاۗ, ذٰلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِّنَ الْعِلْمِۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖۙ وَهُوَ اَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدٰى
Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat benar-benar
menamai para malaikat dengan nama perempuan. Padahal, mereka tidak mempunyai pengetahuan tentang hal itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan dan sesungguhnya dugaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran. Tinggalkanlah (Nabi Muhammad) orang yang berpaling dari peringatan Kami (Al-Qur’an) dan hanya menginginkan kehidupan dunia! Itulah kadar pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmulah yang lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
Asbabun Nuzul Surah Al-Najm [53]: 27 – 30
Dari beberapa referensi yang penulis baca, penulis tidak menemukan asbab al-nuzul ayat ini. Sehingga penulis tidak bisa menjabarkan penjelasan terkait sebab-sebab turunnya ayat ini. Penulis hanya bisa memberikan inti bahwa ayat ini menjelaskan tentang pentingnya ilmu pengetahuan bagi manusia.
Tafsir Surah Al-Najm [53]: 27 – 30
Ayat sebelumnya menjelaskan bahwa, harapan para penyembah berhala itu untuk memeroleh syafaat sembahan-sembahan mereka tidak mungkin akan tercapai. Sebenarnya, berhala-berhala itu mereka personifikasikan dari malaikat-malaikat yang menurut kepercayaan akan mendekatkan mereka kepada Allah. Nah, ayat di atas menegaskan kepercayaan mereka itu dengan menyatakan bahwa: Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, yakni kaum musyrikin Mekkah yang menyembah berhala
itu, mereka benar-benar menamakan malaikat dan menyifati mereka dengan nama sifat perempuan dengan menyatakan bahwa mereka adalah anak-anak perempuan Allah. Mereka menyatakan demikian padahal mereka tidak mempunyai suatu pengetahuan pun yang mendasari kepercayaan dan ucapan itu. Mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sekuat kemampuan dugaan mereka yang tidak berdasar kecuali hawa nafsu, sedang sesungguhnya dengan tiada berfaedah menyangkut penetapan kebenaran yang bersifat pasti, sedikit faedah pun. Karena itu, dugaan tidak dapat dijadikan dasar dalam keyakinan keagamaan
Kata yusammun terambil dari kata إسم) ) ism yang dapat berarti nama, yakni kata yang digunakan menunjuk dan membedakan seseorang dari yang lain dan dapat juga berarti kata yang menunjuk satu makna tertentu dengan lain sifat. Ia tidak jarang juga digunakan untuk mengukuhkan makna sesuatu yang sedang diungkap. Salah satu contohnya –menurut sementara ulama – adalah penyebutan kata ism pada Basmalah. Di sana Dia mengukuhkan perintah untuk memulai aktivitas dengan mengingat Allah bukan sekedar mengingat nama-Nya.
Yang dimaksud oleh ayat di atas adalah menyifati. Ayat di atas tidak menunjuk secara tegas siapa yang menyifati malaikat dengan sifat perempuan, tetapi menunjuk sifat mereka, yakni orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat. Ini mengesankan keburukan penamaan itu dan bahwa yang berani menyatakan demikian hanyalah mereka yang tidak memercayai adanya kiamat, dan karena itu pula mereka wajar mendapat siksa pada hari itu. , mereka benar-benar menamakan malaikat dan menyifati mereka dengan nama sifat perempuan dengan menyatakan bahwa mereka adalah anak-anak perempuan Allah.
Mereka menyatakan demikian padahal mereka tidak mempunyai suatu pengetahuan pun yang mendasari kepercayaan dan ucapan itu. Mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuan pun. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sekuat kemampuan dugaan mereka yang tidak berdasar kecuali hawa nafsu, sedang sesungguhnya dengan tiada berfaedah menyangkut penetapan kebenaran yang bersifat pasti, sedikit faedah pun.
Karena itu, dugaan tidak dapat dijadikan dasar dalam keyakinan keagamaan. yusammun terambil dari kata إسم) ) ism yang dapat berarti nama, yakni kata yang digunakan menunjuk dan membedakan seseorang dari yang lain dan dapat juga berarti kata yang menunjuk satu makna tertentu dengan lain sifat. Ia tidak jarang juga digunakan untuk mengukuhkan makna sesuatu yang sedang diungkap. Salah satu contohnya –menurut sementara ulama – adalah penyebutan kata ism pada Basmalah.
Di sana Dia mengukuhkan perintah untuk memulai aktivitas dengan mengingat Allah bukan sekedar mengingat nama-Nya. Yang dimaksud oleh ayat di atas adalah menyifati. Ayat di atas tidak menunjuk secara tegas siapa yang menyifati malaikat dengan sifat dan murka Allah akibat keengganan mereka menerima ajakanmu, jangan pedulikan gangguan, cemoohan, dan sikap kepala batu mereka yang mengabaikan tuntunan al-Quran, lagi tidak menginginkan kecuali nikmat kehidupan duniawi yang bersifat sementara serta cepat punahnya sambil menolak keniscayaan hari Kemudian. Itulah, yakni keberpalingan dan keinginan meraih nikmat duniawi semata, yang merupakan batas akhir pengetahuan mereka.
Sesungguhnya Tuhanmu yang selama ini membimbing dan berbuat baik kepadamu, wahai Nabi Muhammad, Dia-lah sendiri yang lebih mengetahui siapa yang telah memiliki potensi serta kecenderungan untuk sesat dari jalan-Nya juga bersikeras untuk itu dan Dia pulalah saja yang lebih mengetahui siapa yang telah memiliki kecenderungan berikut potensi untuk mendapat petunjuk lahir atau batinberiman kepada kehidupan akhirat. Ini mengesankan keburukan penamaan itu dan bahwa yang berani menyatakan demikian hanyalah mereka yang tidak memercayai adanya kiamat, dan karena itu pula mereka wajar mendapat siksa pada hari itu.
Pada ayat 29, Allah memerintahkan Rasul agar berpaling dari orang- orang kafir dan musyrik yang telah berpaling dari Al-Quran, dan mereka tidak mau menjadikannya sebagai pedoman hidup, padahal seharusnya mereka sadar bahwa Al-Quran bisa menuntun mereka untuk meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Kemudian pada ayat 30, Allah swt. menegaskan bahwa sesungguhnya Dia Maha Mengetahui orang-orang yang memikirkan tanda- tanda kekuasaan-Nya di alam semesta ini serta memikirkan apa-apa yang terkandung dalam seruan Rasul-Nya sehingga ia mendapat petunjuk ke jalan yang kebenaran yang menyelamatkannya pada hari kebangkitan dan mendapat keredaan Tuhannya Kemudian dalam tafsir al-Maraghy, menjelaskan bahwa sebelumnya, Allah telah mengecam orang-orang musyrik atas peribadatan mereka kepada patung-patung dan berhala-berhala, juga atas pengakuan mereka bahwa Allah mempunyai anak yang terdiri dari para malaikat. Allah kembali mengecam orang-orang musyrik atas kerendahan lainnya.
Yaitu bahwa mereka manamakan para malaikat sebagai anak-anak perempuan Allah. Dan Allah swt menerangkan kepada mereka, bahwa perkataan seperti ini adalah perkataan keji yang hanya keluar dari orang yang tiada beriman kepada akhirat, hisab maupun hukuman Allah. Ayat 27 menerangkan bahwa sesungguhnya orang- orang yang tidak beriman kepada kebangkitan dan hal ihwal yang terjadi sesudah itu menurut keyakinan yang telah diterangkan oleh rasul-rasul Allah, mereka itu selain kafir juga mengucapkan perkataan keji dan kebodohan yang sangat tolol, yaitu ucapan mereka bahwa para malaikat itu anak-anak perempuan Allah
Hemat penulis, dalam kandungan surat an-Najm ayat 27-30, Allah menekankan kita agar tidak sembarangan bicara bila tidak mempunyai pengetahuan dan bukti konkret. Seperti kisah orang Quraisy yang mengatakan bahwa malaikat adalah anak perempuan Allah, padahal mereka pun tidak mengetahui bagaimana penciptaan malaikat. Sesungguhnya orang-orang seperti itu akan mendapatkan balasannya di Yaumul Qiyamah nanti. Kisah tersebut dapat kita ambil hikmahnya, bahwa mencari ilmu pengetahuan sangat lah penting. Segala sesuatu yang kita ucapkan, segala sesuatu yang kita lakukan haruslah dilandasi dengan ilmu, karena setiap sesuatu yang kita kerjakan akan dimintai pertanggung jawabannya kelak nanti.
PENUTUP
Kesimpulan
Islam ialah agama yang menjunjung tinggi peran akal dalam mencari pengetahuan atas sesuatu. Peran akal ini sangat penting sekaligus pembeda antara manusia dengan makhluk Allah yang lain. Manusia diberi karunia tersebut diharapkan mampu berbuat sebaik mungkin di dalam kehidupannya. Oleh karenanya, Allah memberikan tuntunan kepada manusia melalui ayat-ayat dan firman-Nya dalam Alquran. Alquran memberi keterangan-keterangan tentang ilmu pengetahuan.
Di antara kebahagiaan yang akan didapat oleh orang yang berilmu dan menuntut ilmu yaitu Allah akan meninggikan tempat bagi mereka di surganya dan menjadikan mereka di dalam surga termasuk orang-orang yang berbakti tanpa kekhawatiran dan kesedihan. Di samping itu, mencari ilmu adalah sebuah kewajiban bagi umat manusia dan mengamalkannya juga merupakan ibadah. Semakin tinggi ilmu yang dikuasai, semakin takut pula kepada Allah SWT sehingga dengan sendirinya akan mendekatkan diri kepada-Nya