Advertisement

Kapan Harus Syukur dan Sabar?

Transformasikan Kegembiraan Menjadi Syukur dan Kesedihan Menjadi Kesabaran


Saudaraku sekalian,Kehidupan duniawi ini tidaklah senantiasa diliputi keindahan. Suka dan duka merupakan dua sisi yang silih berganti, menegaskan hakikat kefanaan dunia. Kebahagiaan dan kesedihan di dunia ini bersifat sementara.

Kehidupan yang abadi menanti di hadapan kita, yaitu negeri akhirat. Di sanalah tempat peristirahatan dan kebahagiaan yang hakiki, yaitu surga dengan segala limpahan rahmat dan kenikmatan-Nya. Atau sebaliknya, kesengsaraan abadi di neraka yang penuh dengan siksa. Tempat kembali bagi mereka yang durhaka kepada Sang Pencipta.

Saudara sekalian,

Kesenangan dan kesengsaraan dunia merupakan ujian dari Allah Azza wa Jalla. Apakah kita akan menjadi hamba yang bersyukur ketika diberi nikmat dan bersabar ketika diberi cobaan, ataukah sebaliknya? Karena dunia ini adalah daarul ibtilaa’ (negeri tempat ujian). Allah Azza wa Jalla berfirman,

وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ

"Dan Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan." (QS. Al-Anbiya: 35).

Ikrimah rahimahullah pernah mengatakan,

ليس أحد إلا وهو يفرح ويحزن، ولكن اجعلوا الفرح شكراً والحزن صبر

"Tidak ada seorang pun yang tidak pernah merasakan kegembiraan dan kesedihan. Oleh karena itu, jadikanlah kegembiraanmu sebagai syukur dan kesedihanmu sebagai kesabaran."

Suka dan duka adalah sunnatullah yang mewarnai kehidupan ini. Tidak ada seorang pun yang senantiasa diliputi kebahagiaan, dan tidak pula terus menerus dalam kesedihan. Generasi terbaik umat ini, para sahabat Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam, pun pernah mengalami kesedihan. Allah Azza wa Jalla mengisahkan keadaan mereka saat kekalahan dalam perang Uhud,

وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ ۗ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِين

"Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada'. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim." (QS. Ali Imran: 140).

Saudara sekalian,

Allah Azza wa Jalla menciptakan kebahagiaan dan kesedihan agar manusia menyadari nikmatnya kebahagiaan, sehingga ia bersyukur dan berbagi. Kesedihan diciptakan agar manusia tunduk dan merendahkan diri di hadapan Allah Azza wa Jalla yang Maha Pengasih dan Penyayang. Sehingga ia hanya mengadu dan berharap kepada-Nya. Merendahkan diri dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla, seperti aduan Nabi Ya’qub saat berpisah dengan putranya, Yusuf ‘alaihi sallam,

إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ

"Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku." (QS. Yusuf: 86).

Sungguh, terdapat hikmah dalam setiap ketetapan Allah Azza wa Jalla yang Maha Bijaksana,

وَأَنَّهُ هُوَ أَضْحَكَ وَأَبْكَىٰ

"Dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis." (QS. An-Najm: 43).

Oleh karena itu, kesedihan bukanlah suatu hal yang tercela. Itu adalah naluri manusiawi. Terlebih jika penyebab kesedihan itu terpuji, seperti yang dirasakan oleh orang beriman ketika melakukan dosa, sebagaimana yang dikabarkan oleh Nabi,

مَنْ سَرَّتْهُ حَسَنَاتُهُ وَسَاءَتْهُ سَيِّئَاتُهُ فَهُوَ الْمُؤْمِنُ

"Barangsiapa yang merasa gembira dengan kebaikannya dan sedih dengan keburukannya, maka ia adalah seorang mukmin." (HR. Tirmidzi).

Atau kesedihan karena terlewat sholat tahajud, yang merupakan tanda adanya cahaya iman dalam hati.

Saudara sekalian,

Kata "sedih" dalam Al-Qur'an seringkali muncul dalam konteks larangan atau peniadaan, seperti yang dijelaskan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Madaarijus Saalikiin.

Dalam konteks larangan, contohnya adalah firman Allah Azza wa Jalla,

وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamulah yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." (QS. Ali Imran: 139).

وَلَا تَحْزَنْ عَلَيْهِمْ

"Dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka." (QS. An-Nahl: 127).

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ

"Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Allah bersama kita." (QS. At-Taubah: 40).

Semoga Allah Azza wa Jalla menganugerahkan hidayah-Nya kepada kita, sehingga kita senantiasa istiqamah dalam menjadikan kegembiraan sebagai syukur dan kesedihan sebagai kesabaran, demi meraih ridha-Nya.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Advertisement

Advertisement