Advertisement

Perbandingan pendidikan Indonesia - Asean

Perbandingan Pendidikan di Negara Asean


KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah Swt. Atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah berjudul “Sistem Pendidikan di Negara-Negara ASEAN (Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Indonesia)” dengan baik. Makalah ini disusun sebagai bentuk pemahaman dan kajian komparatif mengenai karakteristik, kebijakan, serta perkembangan pendidikan di berbagai negara anggota ASEAN.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis berusaha menyajikan informasi secara sistematis dan objektif, mulai dari struktur pendidikan, kurikulum, kebijakan pemerintah, hingga tantangan dan inovasi yang dilakukan masing-masing negara. Harapannya, makalah ini dapat memberikan wawasan baru bagi pembaca mengenai keragaman sistem pendidikan di kawasan Asia Tenggara, sekaligus menjadi bahan refleksi bagi pengembangan pendidikan di Indonesia.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan karya di masa mendatang. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca dan berkontribusi dalam memperkaya literatur mengenai studi pendidikan komparatif.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan semangat selama proses penyusunan makalah ini.


Gresik, 20 November 2025


PENULIS

=======================

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Pendidikan adalah pilar fundamental bagi pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, menjadi kunci utama dalam menentukan daya saing global dan keberlanjutan ekonomi suatu negara. Di tengah dinamika globalisasi dan tuntutan pasar kerja yang terus berubah, setiap negara ditantang untuk memiliki sistem pendidikan yang adaptif dan mampu menghasilkan lulusan yang kompeten. Dalam konteks kawasan ASEAN, keragaman sosial dan ekonomi yang ada juga tercermin dalam perbedaan signifikan pada mutu, struktur, dan fokus kebijakan sistem pendidikan masing-masing anggotanya. Oleh karena itu, investasi strategis dan reformasi sektor pendidikan menjadi agenda prioritas yang memerlukan studi mendalam.

Kawasan ASEAN, dengan spektrumnya yang luas mulai dari prestasi pendidikan Singapura yang diakui dunia hingga tantangan pemerataan yang dihadapi Indonesia, menawarkan sebuah laboratorium komparatif yang kaya. Makalah ini bertujuan untuk menganalisis secara komparatif sistem pendidikan di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina, dengan menggunakan sistem pendidikan di Indonesia sebagai titik refleksi utama. Analisis ini sangat penting untuk mengidentifikasi praktik-praktik terbaik (best practices) yang telah berhasil diterapkan oleh negara-negara tetangga, seperti strategi kurikulum, tata kelola kelembagaan, dan alokasi sumber daya.

RUMUSAN MASALAH

Bagaimana sistem pendidikan di Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, dan Filipina beroperasi dan karakteristik utamanya?

Apa persamaan dan perbedaan mendasar antara sistem pendidikan negara-negara tersebut dengan Indonesia?

TUJUAN

Untuk memaparkan dan menganalisis sistem pendidikan di empat negara ASEAN yang telah ditentukan.

Untuk melakukan perbandingan komparatif dengan sistem pendidikan di Indonesia.

======================

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sistem Pendidikan di Negara Malaysia 

Sistem pendidikan Malaysia dikelola secara terpusat oleh Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM) dan berfokus pada dua hal utama: menciptakan persatuan di antara berbagai kelompok etnis dan meningkatkan kualitas lulusan agar siap bersaing secara global. Pemerintah Malaysia memiliki rencana jangka panjang, seperti Pelan Pembangunan Pendidikan Malaysia (PPPM) 2013-2025, sebagai panduan reformasi.

Struktur Dasar Pendidikan

Pendidikan di Malaysia dibagi menjadi jenjang yang jelas, dengan Bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar utama di sebagian besar sekolah.

Sekolah Rendah (Setara SD):

Wajib dan berlangsung selama enam tahun (Tahun 1 hingga Tahun 6).

Siswa bisa memilih antara Sekolah Kebangsaan (SK) (pengantar Bahasa Melayu) atau Sekolah Jenis Kebangsaan (SJK) (pengantar bahasa Tiongkok atau Tamil), yang menunjukkan komitmen pada pendidikan multibahasa 1.

Sekolah Menengah (Setara SMP/SMA):

Berlangsung selama lima tahun (Tingkatan 1 hingga Tingkatan 5).

Di akhir Tingkatan 5, siswa harus mengikuti ujian penting yang menentukan masa depan mereka, yaitu Sijil Pelajaran Malaysia (SPM) (Sertifikat Pelajaran Malaysia) 2.

Pra-Universitas dan Pendidikan Tinggi:

Setelah SPM, siswa dapat memilih jalur pra-universitas (seperti Matrikulasi atau STPM) sebelum melanjutkan ke universitas publik maupun swasta. Malaysia aktif mendorong universitasnya untuk fokus pada penelitian dan inovasi 3.

Fokus Utama dan Inisiatif

Kebijakan pendidikan Malaysia berupaya memastikan siswa tidak hanya pandai secara akademik tetapi juga memiliki keterampilan yang relevan.

Pentingnya Persatuan (Integrasi Nasional): Sekolah dijadikan tempat utama untuk membangun identitas dan rasa persatuan nasional di antara masyarakat yang sangat beragam.

Keterampilan Abad ke-21: Kurikulum ditekankan pada Kemahiran Berfikir Aras Tinggi (KBAT), yang melatih siswa berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berinovasi. Mereka juga sangat mendorong pendidikan di bidang STEM (Sains, Teknologi, Kejuruteraan, dan Matematik) 4

Literasi Bahasa Inggris: Ada upaya berkelanjutan untuk memperkuat penguasaan Bahasa Inggris agar lulusan lebih kompetitif di pasar kerja internasional.

Tantangan Singkat

Sama seperti negara lain, Malaysia menghadapi tantangan, terutama dalam memastikan kualitas guru merata di semua sekolah dan mengatasi kesenjangan infrastruktur antara sekolah di perkotaan besar dengan sekolah di daerah pedalaman atau pedesaan 5.

Ya, Indonesia pernah mengekspor tenaga pendidik (guru, dosen) ke Malaysia, dan ini terjadi secara signifikan pada periode tahun 1970-an (sebenarnya dimulai sejak akhir 1960-an).

Ekspor Tenaga Pendidik ke Malaysia di Era 70-an

Fenomena pengiriman tenaga pendidik dari Indonesia ke Malaysia ini terjadi setelah normalisasi hubungan diplomatik kedua negara pada tahun 1966 dan berlanjut hingga tahun 1980-an.

Latar Belakang dan Tujuan Pengiriman

Pengiriman tenaga pendidik ini dilatarbelakangi oleh beberapa faktor utama:

Kebutuhan Malaysia: Setelah Malaysia beranjak dari sistem pendidikan peninggalan Inggris menuju sistem pendidikan kebangsaan, mereka mengalami kekurangan tenaga pengajar profesional—terutama di sekolah menengah—yang mampu mengajar dalam Bahasa Melayu 6.

 Peningkatan Bahasa Melayu: Tugas utama guru-guru Indonesia adalah memperbaiki tata bahasa Melayu di kalangan pelajar Malaysia dan memastikan Bahasa Melayu (atau yang disebut Bahasa Malaysia) digunakan secara benar sebagai bahasa pengantar 7.

 Perbaikan Kurikulum Sains: Ada juga upaya untuk memperbaiki kurikulum Sains yang saat itu masih banyak dipengaruhi oleh kurikulum lama peninggalan Inggris yang dianggap sudah usang.

Kesamaan Serumpun: Pemerintah Malaysia secara khusus meminta bantuan Indonesia karena kesamaan bahasa dan budaya serumpun, sehingga adaptasi guru Indonesia lebih mudah 8.

 Jenis dan Durasi Penugasan

Tenaga pendidik yang dikirim tidak hanya guru sekolah, tetapi juga dokter dan dosen, khususnya di bidang-bidang yang kekurangan tenaga ahli seperti sains 9. Pada pertengahan tahun 1970-an, pengiriman ini dilakukan melalui kerja sama resmi antar pemerintah (Government to Government/G to G) maupun melalui pendaftaran langsung ke universitas atau sekolah di Malaysia. Sebagai contoh, hingga Juni 1972, terdapat sekitar 175 guru Indonesia yang bertugas di Malaysia. Guru-guru ini umumnya mendapatkan fasilitas yang memadai dari Pemerintah Malaysia 10. Pengiriman tenaga pendidik ini kemudian secara bertahap dihentikan pada tahun 1980-an karena Malaysia sudah berhasil mencetak dan mempersiapkan tenaga pengajarnya sendiri.

B. Sistem Pendidikan di Negara Singapura 

Sistem pendidikan di Singapura dikenal sebagai salah satu yang terbaik dan paling efektif di dunia, secara konsisten menempati peringkat teratas dalam penilaian internasional seperti PISA. Sistem ini dikelola oleh Kementerian Pendidikan (MOE) dan terkenal karena fokusnya yang ketat pada meritokrasi (berdasarkan prestasi) dan penekanan pada kemampuan kognitif tingkat tinggi, terutama di bidang STEM (Sains, Teknologi, Kejuruteraan, dan Matematik).

1. Struktur Pendidikan yang Selektif

Struktur pendidikan Singapura sangat terprogram dan memiliki jalur yang berbeda-beda, dimulai dari usia muda:

Pendidikan Dasar (Primary School):

Wajib dan berlangsung selama enam tahun.

 Siswa akan menghadapi ujian penentu yang sangat krusial di akhir sekolah dasar, yaitu Primary School Leaving Examination (PSLE). Hasil ujian ini menentukan jalur pendidikan mereka selanjutnya 11.

Pendidikan Menengah (Secondary School):

Jalur pendidikan di sini sangat selektif, sering disebut ‘Streaming’. Berdasarkan nilai PSLE, siswa akan dimasukkan ke salah satu jalur:

Express: Jalur tercepat (4 tahun) menuju ujian GCE ‘O’ Level (setara ujian akhir SMA).

 Normal (Academic / Technical): Jalur yang lebih lambat (5 tahun) sebelum mengikuti GCE ‘O’ Level.

Konsep ‘Streaming’ ini memastikan setiap siswa mendapatkan kurikulum yang paling sesuai dengan kemampuan mereka 12.

Pendidikan Pasca-Menengah & Tinggi:

Setelah GCE ‘O’ Level, siswa dapat memilih:

Junior Colleges/Millennia Institute: Untuk jalur akademis menuju ujian GCE ‘A’ Level dan universitas.

 Politeknik: Untuk jalur keterampilan dan praktik, menghasilkan lulusan dengan diploma vokasi yang sangat dihargai 13.

2. Fokus Kualitas dan Keunggulan

Singapura memiliki beberapa praktik terbaik yang menjadi kunci keberhasilannya:

Kualitas Guru yang Elit: Profesi guru sangat dihormati dan proses rekrutmennya sangat ketat, hanya merekrut lulusan terbaik. Guru mendapatkan pelatihan profesional berkelanjutan yang intensif 14.

Kurikulum Terfokus: Kurikulum sangat mendalam, khususnya dalam Matematika dan Sains, dengan penekanan pada penguasaan konsep daripada menghafal.

 Bilingualisme (Dua Bahasa): Semua siswa diwajibkan menguasai Bahasa Inggris (sebagai bahasa pengantar) dan bahasa ibu mereka (Melayu, Mandarin, atau Tamil), mempersiapkan mereka untuk komunikasi global dan menjaga warisan budaya.

3. Tantangan Singkat

Meskipun sistemnya sangat berhasil, kritik sering diarahkan pada sifat sistem yang sangat kompetitif dan penuh tekanan sejak usia dini (terutama karena PSLE). Hal ini menciptakan ‘industri’ bimbingan belajar (les) yang sangat besar, dan pemerintah terus berupaya mengurangi tekanan akademis ini 15 .

 C. Sistem Pendidikan di Negara Brunei Darussalam 

Sistem pendidikan Brunei Darussalam sangat dipengaruhi oleh kebijakan nasional, yaitu filosofi Melayu Islam Beraja (MIB), yang berarti nilai-nilai Melayu, Islam, dan Monarki Kerajaan adalah fondasi utama pendidikan. Meskipun berbasis pada nilai-nilai lokal, Brunei juga mengadopsi struktur kurikulum dan sistem evaluasi yang bersandar pada model Inggris, yang dikenal dengan program Sistem Pendidikan Negara Abad Ke-21 (SPN21).

1. Struktur Pendidikan dan Nilai Inti (SPN21)

Program SPN21, yang diluncurkan pada tahun 2008, bertujuan memastikan bahwa siswa memiliki keterampilan abad ke-21 sambil tetap berpegang teguh pada identitas nasional MIB 16.

Pendidikan Dasar (Primary School):

Wajib dan berlangsung selama enam tahun.

 Seluruh siswa belajar tentang ajaran Islam dan Bahasa Melayu sebagai inti kurikulum nasional.

Pendidikan Menengah (Secondary School):

Berlangsung selama lima tahun (Tingkatan 7 hingga Tingkatan 11).

 Siswa mengikuti ujian penting, yaitu Brunei-Cambridge GCE ‘O’ Level di akhir Tingkatan 11. Karena kemitraan dengan Cambridge, standar ujian ini diakui secara internasional 17.

Pendidikan Pasca-Menengah & Tinggi:

Siswa yang berprestasi melanjutkan ke Pre-University (Junior College) untuk mengambil ujian Brunei-Cambridge GCE ‘A’ Level (setara ujian akhir SMA), yang merupakan tiket masuk ke universitas lokal seperti Universiti Brunei Darussalam (UBD) atau universitas luar negeri 18.

2. Fokus Khas dan Keunggulan

Brunei memiliki keunikan tertentu dalam menjalankan sistem pendidikannya, yang didukung penuh oleh pemerintah:

Pendidikan Agama Wajib: Pendidikan Islam dan nilai-nilai MIB diintegrasikan secara penuh ke dalam kurikulum di semua jenjang.

 Dukungan Penuh Pemerintah: Pendidikan di Brunei sepenuhnya gratis (atau sangat disubsidi) dari tingkat dasar hingga universitas bagi warganya, dan siswa sering mendapatkan dukungan dana atau beasiswa 19.

Penggunaan Bahasa Inggris: Meskipun MIB ditekankan, Bahasa Inggris digunakan secara luas dalam pengajaran subjek Sains dan Matematika, terutama di tingkat menengah ke atas, untuk memastikan siswa tetap kompetitif secara global.

3. Tantangan Singkat

Salah satu tantangan utama bagi Brunei adalah ketergantungan pada ujian eksternal (Cambridge), serta upaya untuk memastikan lulusan perguruan tinggi memiliki keterampilan yang tepat agar dapat terserap di pasar kerja yang didominasi oleh industri minyak dan gas 20. Pemerintah terus berinvestasi dalam pendidikan kejuruan dan teknis untuk diversifikasi tenaga kerja. 

D. Sistem Pendidikan di Negara Filipina 

Sistem pendidikan Filipina dikelola oleh Department of Education (DepEd) dan mengalami reformasi besar pada tahun 2013 dengan implementasi program K-12. Reformasi ini bertujuan untuk menyelaraskan Filipina dengan standar pendidikan global, terutama di Asia Tenggara, dan mempersiapkan lulusan untuk pasar kerja internasional. Pendidikan di Filipina juga sangat dipengaruhi oleh penggunaan Bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar utama di banyak mata pelajaran 21.

1. Struktur Baru (Program K-12)

Program K-12 mengubah sistem pendidikan Filipina dari 10 tahun (sebelumnya) menjadi 13 tahun, yaitu: Kindergarten (Taman Kanak-Kanak) + 6 tahun Sekolah Dasar + 4 tahun Sekolah Menengah Pertama (Junior High School) + 2 tahun Sekolah Menengah Atas (Senior High School).

Pendidikan Dasar dan Menengah Pertama:

Kindergarten (1 tahun) dan Elementary (6 tahun) membentuk sekolah dasar.

Junior High School (4 tahun).

 Kurikulum di jenjang ini sangat menekankan pada Multilingual Education (menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar awal) selain Bahasa Inggris dan Filipino (Tagalog) [2].

Senior High School (SHS) / K-12:

Berlangsung selama dua tahun tambahan (Grade 11 dan Grade 22.

Ini adalah inovasi terbesar. SHS memungkinkan siswa memilih jalur spesialisasi sebelum masuk universitas, yaitu:

Academic Track (untuk persiapan universitas).

 Technical-Vocational-Livelihood (TVL) Track (untuk keterampilan kerja langsung).

Sports Track dan Arts and Design Track 23.

2. Fokus dan Tantangan Utama

Filipina memiliki beberapa keunggulan, namun juga menghadapi tantangan besar dalam implementasi K-12:

Penguasaan Bahasa Inggris: Lulusan Filipina dikenal memiliki kemampuan berbahasa Inggris yang kuat, yang menjadi aset utama bagi mereka dalam mencari pekerjaan, terutama di sektor Business Process Outsourcing (BPO) 24.

 Tantangan Implementasi: Reformasi K-12 memerlukan penambahan fasilitas, perekrutan ribuan guru baru, dan pengembangan materi pelajaran yang sesuai. Kualitas implementasi sering kali berbeda antara sekolah perkotaan dan pedesaan.

 Isu Keterjangkauan: Meskipun pendidikan publik gratis, biaya tambahan yang harus dikeluarkan siswa selama 13 tahun (misalnya untuk transportasi dan materi) masih menjadi beban bagi keluarga miskin 25.

======================

Bab III 

Refleksi Pendidikan di Indonesia 

Gambaran Umum Sistem Pendidikan di Indonesia

Sistem pendidikan di Indonesia diatur oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) serta Kementerian Agama (Kemenag) untuk madrasah. Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia dijamin oleh undang-undang sebagai hak warga negara dan umumnya berlangsung selama 12 tahun 26.

Struktur dan Jenjang Pendidikan 

Pendidikan Dasar Wajib (9 Tahun): Terdiri dari Sekolah Dasar (SD) selama enam tahun dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama tiga tahun.

Pendidikan Menengah (3 Tahun): Terdiri dari Sekolah Menengah Atas (SMA) atau Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Jalur SMK bertujuan menyiapkan lulusan untuk dunia kerja secara langsung.

 Pendidikan Tinggi: Meliputi politeknik dan universitas negeri maupun swasta.

Kebijakan-Kebijakan Terbaru (Merdeka Belajar):

Salah satu inisiatif terbesar saat ini adalah program Merdeka Belajar. Tujuannya adalah memberikan otonomi yang lebih besar kepada sekolah dan guru, serta mengurangi beban administrasi dan fokus pada pengembangan karakter 27.

Kurikulum Merdeka adalah implementasi dari filosofi Merdeka Belajar, yang memberi fleksibilitas kepada sekolah untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan siswa dan daerah setempat.

Permasalahan Utama yang Dihadapi

Meskipun Indonesia telah mencapai peningkatan signifikan dalam hal akses pendidikan, terdapat beberapa tantangan struktural dan kualitas yang perlu menjadi fokus refleksi:

Isu Pemerataan Kualitas:

Terdapat disparitas kualitas yang signifikan antara sekolah di kawasan perkotaan (Jawa) dengan sekolah di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal). Kesenjangan ini mencakup infrastruktur, ketersediaan fasilitas belajar, dan akses teknologi 28.

Kualitas dan Kompetensi Guru:

 Meskipun jumlah guru memadai, tantangan utama adalah memastikan bahwa semua guru memiliki kompetensi pedagogik dan profesional yang tinggi. Program sertifikasi guru masih perlu dioptimalkan untuk benar-benar meningkatkan kualitas pengajaran di kelas 29.

Hasil Pembelajaran (Capaian PISA):

Hasil Asesmen Program Internasional untuk Penilaian Pelajar (PISA) menunjukkan bahwa rata-rata skor siswa Indonesia dalam membaca, matematika, dan sains masih berada di bawah rata-rata negara-negara OECD. Hal ini menunjukkan perlunya fokus yang lebih kuat pada kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah 30.

Kesesuaian dengan Kebutuhan Industri:

Terjadi ketidakcocokan (mismatch) antara keterampilan lulusan SMK dan perguruan tinggi dengan kebutuhan aktual pasar kerja, yang mengakibatkan tingkat pengangguran terbuka yang relatif tinggi di kalangan lulusan muda.

Perbandingan Komparatif Aspek-Aspek Kunci

Dari segi durasi wajib belajar, Filipina menonjol dengan implementasi program K-12 yang menetapkan 13 tahun pendidikan dasar dan menengah, menjadikannya durasi terpanjang di antara kelompok ini. Ini berbeda dengan Indonesia, yang secara hukum hanya mewajibkan 9 tahun (SD-SMP), meskipun sebagian besar siswa melanjutkan hingga 12 tahun 31. Sementara itu, negara-negara berbasis tradisi Commonwealth seperti Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam, umumnya memiliki durasi 10 hingga 11 tahun pendidikan wajib hingga jenjang pra-universitas.

Perbedaan signifikan juga terlihat pada sistem evaluasi dan fokus kurikulum. Singapura dan Brunei mengadopsi ujian yang sangat terstandarisasi dan diakui secara internasional (GCE ‘O’/’A’ Level), mencerminkan komitmen terhadap kualitas yang ketat dan meritokrasi. Singapura secara khusus menonjolkan STEM dan bilingualisme yang ketat, sementara Brunei memadukan standar Cambridge dengan filosofi Melayu Islam Beraja (MIB) 32. Di sisi lain, baik Indonesia maupun Filipina telah menghapus ujian nasional sebagai penentu kelulusan, beralih ke Asesmen Nasional (AN) di Indonesia dan penilaian berbasis sekolah di Filipina. Namun, Filipina menggunakan dua tahun Senior High School (SHS) untuk spesialisasi vokasi atau akademik, yang menjadi pembeda utama dalam persiapan kerja lulusan 33. Sementara Indonesia, melalui Kurikulum Merdeka, berfokus pada fleksibilitas dan penguatan karakter (P5) sebagai upaya meningkatkan kualitas tanpa mengorbankan pemerataan di tengah kompleksitas geografis.

E. Temuan Persamaan dan Perbedaan Mendasar

Persamaan Utama:

Fokus pada Keterampilan Abad ke-21: Semua negara (kecuali mungkin Brunei yang lebih tradisional) menunjukkan upaya serius untuk mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis (KBAT/HOTS) dan STEM ke dalam kurikulum nasional.

Bilingualisme/Multilingualisme: Hampir semua negara mengakui pentingnya Bahasa Inggris (sebagai bahasa global) sambil tetap memelihara bahasa nasional atau bahasa ibu (seperti Bahasa Melayu di Malaysia/Brunei, Bilingualisme di Singapura, dan Multilingual Education di Filipina).

 Desentralisasi Ujian Nasional: Sebagian besar negara kini beralih dari ujian standar yang menentukan kelulusan siswa secara tunggal (seperti yang dilakukan Indonesia dengan menghapus UN) menuju asesmen formatif atau ujian yang lebih berbasis standar internasional 34.

Perbedaan Mendasar dengan Indonesia:

Durasi Pendidikan Formal: Indonesia memiliki durasi wajib belajar yang lebih pendek (9 tahun) dibandingkan Filipina yang sudah 13 tahun, dan Malaysia/Brunei/Singapura (10-11 tahun). Durasi yang lebih singkat ini dapat memengaruhi kedalaman materi dan kesiapan lulusan.

 Sistem Streaming (Penyaluran): Singapura menerapkan streaming yang ketat dan selektif sejak usia dini (PSLE), memungkinkan penyesuaian kurikulum maksimal. Indonesia cenderung lebih seragam hingga jenjang SMP.

 Alokasi Anggaran dan Kualitas Guru: Negara seperti Singapura dan Brunei memiliki alokasi anggaran per siswa yang jauh lebih tinggi dan proses rekrutmen guru yang lebih selektif, menghasilkan kualitas dan pemerataan guru yang lebih baik daripada Indonesia 35.

Sistem Pendidikan Paling Unggul dan Rekomendasi untuk Indonesia

Sistem Paling Unggul:

Secara objektif, Singapura unggul dalam hal kualitas hasil pembelajaran (PISA) dan kesiapan lulusan untuk pasar global. Keberhasilan ini didukung oleh meritokrasi ketat, investasi besar pada guru, dan kurikulum yang fokus pada penguasaan konsep 36.

Praktik Terbaik yang Relevan untuk Indonesia:

Adopsi Filosofi K-12 (Filipina): Indonesia dapat mengambil pelajaran dari Filipina untuk memperkuat Senior High School (SHS) sebagai jenjang transisi yang lebih efektif antara pendidikan menengah dan dunia kerja/universitas, terutama dalam penguatan jalur vokasi (SMK) 37.

Peningkatan Kualitas dan Kesejahteraan Guru (Singapura/Malaysia): Pemerintah perlu lebih fokus pada rekrutmen guru terbaik, peningkatan gaji, dan pelatihan profesional yang intensif (seperti yang dilakukan Singapura) untuk mengatasi kesenjangan kualitas guru antar daerah.

Fokus pada Bilingualisme Fungsional: Mengambil model Malaysia dan Singapura untuk menguatkan pengajaran Bahasa Inggris sebagai keterampilan fungsional wajib di semua jenjang, mengingat pentingnya bahasa tersebut dalam ekonomi ASEAN.

=======================

BAB VI

Penutup

Kesimpulan

 dari analisis komparatif ini menunjukkan bahwa negara-negara ASEAN mengadopsi strategi pendidikan yang sangat berbeda, disesuaikan dengan tujuan nasional masing-masing. Singapura menonjol dengan sistem yang berbasis meritokrasi ketat dan fokus pada STEM untuk mencapai keunggulan global, sementara Malaysia dan Brunei Darussalam memprioritaskan integrasi nasional dan nilai-nilai lokal sambil menjaga standar internasional. Di sisi lain, Filipina telah berinovasi dengan sistem K-12 untuk meningkatkan kesiapan kerja lulusan, durasi yang lebih panjang dari Indonesia. Sementara Indonesia melalui program Merdeka Belajar telah mengambil langkah maju menuju fleksibilitas dan penguatan karakter, tantangan utama yang dihadapi adalah kesenjangan pemerataan kualitas yang besar antara wilayah (3T vs. Perkotaan) dan kebutuhan untuk secara konsisten meningkatkan kompetensi guru dan hasil pembelajaran kognitif siswa.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, Rekomendasi strategis bagi Indonesia adalah mengadopsi praktik terbaik dari negara tetangga. Pertama, Indonesia perlu meniru Singapura dalam hal peningkatan selektivitas dan kompensasi bagi guru untuk menarik talenta terbaik, yang akan secara langsung mengatasi isu kualitas guru. Kedua, jalur vokasi (SMK) harus diperkuat secara signifikan, mencontoh model Senior High School Filipina yang menjamin adanya keterkaitan langsung antara kurikulum sekolah dengan kebutuhan industri. Terakhir, penguatan Bahasa Inggris sebagai keterampilan fungsional wajib perlu ditingkatkan untuk memastikan lulusan Indonesia mampu bersaing dalam pasar kerja regional, didukung oleh investasi infrastruktur yang adil untuk menutup kesenjangan teknologi antar wilayah, sehingga Kurikulum Merdeka dapat diimplementasikan secara efektif di seluruh negeri.

=======================

DAFTAR PUSTAKA


Abad, F. A. (2018). The Senior High School Curriculum: Opportunities and Challenges. Education Quarterly, 76(2), 110–125.

Asian Development Bank (ADB). (2022). Education for Global Competitiveness: A Case Study of the Philippines. (Laporan ADB).

Asia Education Foundation. (2022). Comparative Analysis of Educational Policies in Southeast Asia: Quality and Curriculum Focus. (Studi komparatif).

Badan Pusat Statistik (BPS). (2023). Statistik Pendidikan 2023: Disparitas Mutu Sekolah Antar Wilayah.

Bank Dunia. (2021). Malaysia Economic Monitor: Reforming Education for Greater Equity and Quality.

DetikFinance. (2023). Bukan Cuma TKI, RI Pernah Kirim Dokter–Dosen ke Malaysia di Tahun 70-an.

Department of Education (DepEd) Filipina. Basic Education Sector Reform Agenda (BESRA) and K-12 Overview. (Diakses dari laman resmi DepEd).

Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Jabatan Pendidikan Tinggi Malaysia. (2023). Rancangan Strategik Pendidikan Tinggi 2021–2025: Fokus Penyelidikan.

Kemendikbudristek. (2024). Buku Saku Merdeka Belajar. (Diakses dari laman resmi Kemendikbudristek).

Kementerian Pendidikan (MOE) Singapura. Informasi Umum Primary School Leaving Examination (PSLE). (Diakses dari laman resmi MOE).

Kementerian Pendidikan Malaysia. (2024). Laporan Kajian tentang Transformasi Sistem Pendidikan Malaysia Pasca Kemerdekaan.

Kementerian Pendidikan Malaysia. Garis Panduan Kurikulum Standard Sekolah Rendah (KSSR).

Komisi X DPR RI. (2023). Laporan Kajian tentang Transformasi Sistem Evaluasi Pendidikan Nasional Pasca-Penghapusan Ujian Nasional.

Lembaga Peperiksaan Malaysia. Laporan Statistik dan Analisis Pencapaian Pelajar dalam SPM.

McKinsey & Company. (2010). How the World’s Most Improved School Systems Keep Getting Better.

Ng, P. T. (2019). The Role of Polytechnics in Singapore’s Workforce Development and Skills Strategy. International Journal of Training and Development, 23(1), 12–25.

Noor, H. A., & Zainal, A. K. (2022). Implikasi Kemahiran Berfikir Aras Tinggi dalam Reformasi Kurikulum Malaysia. Jurnal Isu Pendidikan, 8(1), 45–60.

Nolasco, R. M. (2020). The K to 12 Basic Education Program: The Mother Tongue-Based Multilingual Education Policy. Philippine Journal of Linguistics, 51(1), 1–25.

OECD. (2023). PISA 2022 Results: Indonesia Country Note. Paris: OECD Publishing. 

Republika Online. (2018). Mengekspor Guru ke Negeri Jiran.

SEAMEO INNOTECH. (2021). Assessment Practices and Curriculum Reforms in ASEAN: Post-Ujian Nasional Landscape.

Sembawang, R. (2021). Addressing the ‘Kiasu’ Culture: Policy Measures to Reduce Academic Stress in Singapore. Jurnal Sosial dan Politik Asia Tenggara, 15(2), 88–105.

Suryadarma, D., & Jones, G. W. (2018). Education in Indonesia. Singapura: ISEAS Publishing.

Tan, J. Y. (2020). The Singapore Education System: Changes and Challenges in a Meritocratic Society. Asia Pacific Journal of Education, 40(3), 321–335.

Tirto.id. (2019). Indonesia “Mengekspor” Guru ke Malaysia, 

Tirto.id. (2021). Malaysia Impor Pengajar dari Indonesia Usai Normalisasi 1966.

World Bank. (2021). Improving Equity and Quality in Philippine Basic Education. (Laporan Kebijakan Bank Dunia).

World Bank. (2021). The Costs of Education in ASEAN: Budget Allocations and Efficiency. Washington D.C.: World Bank Group.

World Economic Forum. (2023). Case Study: What Makes Singapore’s Teachers the Best? (Laporan WEF).

Untuk mendapatkan Makalah serupa kunjungi Makalah Perbandingan Pendidikan Islam

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

Advertisement

Advertisement